Teologi: Kebebasan Absolut Diriku Menuju Kehidupan Eskatologis
Teologi Pembebasan. Sumber foto: Aquilanews.net |
Abstrak :
Dalam artikel ini, saya menggunakan metodologi studi pustaka untuk mengkombinasikan pendapat dari dua filsuf yang berlatar belakang pemahaman. Akan tetapi disatukan dalam satu orientasi yakni; mencari masa depan kehidupan manusia.
Kedua filsuf ini adalah Johann Gottlieb Ficthte yang mengatakan bahwa,”Aku absolut” merupakan prinsip etika. Artinya, “Aku” identik dengan “tindakan-ku”. Kesadaran tentang “Aku” adalah kesadaran tentang keberadaanku, tindakanku. Sementara, Nikolay Alexandrovitch Berdiayev mengatakan bahwa,”kebebasan kreatif” merupakan kebebasan yang aktif dan penuh tanggung jawab, yang secara sadar diabadikannya untuk persiapan kerajaan Allah.” Hidup bersekutu dengan Allah.
Kesadaran tentang Aku dan kebebasan kreatif merupakan benang merah dalam proses pencarian untuk menuju kepada kehidupan masa depan manusia (eskatologis). Manusia tahu dan sadar akan tindakannya dalam kehidupan ini. Kesadaran akan diri dapat membantu manusia untuk melakukan sesuatu dengan bebas. Kebebasan yang aktif dan bertanggung jawab merupakan ciri khas dari setiap pribadi. Kekhasan inilah yang akan membantu manusia dalam menghayati dirinya sebagai,”Aku absolut.”
Kata Kunci : kebebasan, kesadaran, absolut, eskatologis dan kebenaran.
1. Kebebasan
Manusia adalah makhluk yang berakal budi. Akal budi manusia merupakan harta yang paling berharga bagi manusia. Akal budi manusia inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Secara fisik manusia tidaklah berbeda jauh dari binatang. Karena apa yang dimiliki oleh binatang sebagian besar ada dalam diri manusia. Akan tetapi yang membedakannya adalah akal budi.
Melalui akal budi, manusia mempunyai kebebasan untuk berkreasi. Kreasi – kreasi yang dihasilkan oleh manusia adalah untuk kelangsungan hidup manusia. Manusia yang bebas adalah pribadi yang mampu melihat dunia dengan seluruh akal budinya. Kebebasan manusia berorientasi kepada perubahan batin. Perubahan batin manusia dapat menghantar manusia kepada kebenaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh filsuf agama Nikolay Alexandrovitch Berdiayev.
Mencari kebenaran dan arti kehidupan saya dahulukan dari kenyataan sehari – hari yang tidak berarti. Perubahan dalam diri saya bukannya suatu pertobatan kepada suatu kepercayaan tertentu, umpamanya kepada iman Gereja Ortodoks, ataupun hanya kepada Kekristenan. Namun suatu pertobatan kepada roh, kembali kepada yang rohani. Selalu saya pertahankan keyakinan bahwa tidak ada agama yang lebih tinggi daripada kebenaran.[1]
Nikolay Berdiayev mengatakan bahwa,”kebebasan merupakan suatu kewajiban (untuk mematangkan diri) daripada suatu peluang (untuk bertindak seturut suka).” Artinya kebebasan roh harus diakui dan dihormati dalam Gereja dan Negara sebagai harta tertinggi manusia. Mengapa? Karena kerap kali terjadi penyimpangan dalam pemaknaan kebebasan oleh akal budi manusia. Terkadang, manusia melihat kebebasan bukannya sebagai suatu kewajiban, tetapi manusia melihat atau memandang kebebasan itu sendiri sebagai peluang untuk bertindak sesuka hati.
Berangkat dari persoalan ini, maka tidak dapat disangkal lagi bahwa, manusia memiliki kecenderungan yang kuat dalam dirinya untuk menyalahgunakan fungsi dari kebebasan itu sendiri. Padahal, kalau kita melihat makna lain dari kebebasan itu sendiri adalah sejarah. Sejarah kehidupan manusia yang tidak akan pernah terulang lagi di dunia ini. Apapun yang dilakukan oleh manusia di dunia ini adalah sejarah. Manusia menciptakan sejarah untuk dikenang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Armada Riyanto CM bahwa,”Menjadi-Mencintai adalah Being (Mengada) manusia. Manusia melangkah, menjelajah, menjadi, memanusiawi, mencintai; ia menyeberangi, melampaui, mentransendensi dirinya, hidupnya, persepsinya, dan dunianya.[2]
Sejarah manusia adalah sejarah pembebasan diri dari ketidaktahuannya. Mengapa? Karena pengetahuan sejati hanyalah dimiliki oleh Sang Pengada itu sendiri. Sebagaimana yang dikatakan oleh Armada Riyanto dalam proses perkuliahan metafisika bahwa, pengetahuan sejati yang ada di dunia ini adalah sepercikan kecil (r) dari realitas yang besar (R) atau Universal.
Singkat kata, kebebasan manusia dalam menciptakan sejarah dengan akal budinya, seyogyanya menjadi modal atau patokan bagi manusia dalam hal bertindak atau berperilaku dalam kehidupannya. Orientasi dari tindakan manusia yang bebas dan bertanggung jawab ini, adalah untuk menciptakan ruang yang cukup bagi manusia dalam hal berkreasi. Produk yang dihasilkan oleh manusia dari akal budinya ini, semestinya tidak menjadi batu sandungan bagi manusia. Akan tetapi, kenyataannya manusia terkadang dikendalikan oleh produk yang dihasilkannya. Akibatnya, terjadi kekaburan identitas manusia. Di mana kebebasan manusia direduksi oleh produk akal budinya sendiri. Manusia merasa tidak bebas lagi dengan produk akal budinya sendiri.
Dalam perjalanan waktu, kebebasan akal budi manusia dilihat sebagai halangan. Problematika ini terus mengaburkan makna dari kebebasan itu sendiri. Karena kebebasan yang dimaksudkan oleh Nikolay Berdiayev di sini adalah kebebasan yang memiliki prinsip. Prinsip “kebebasan kreatif.” Prinsip yang mengatasi hal “objektivasi” dalam perspektif eskatologis. “objektivasi,” adalah “gagasan filosofis sentral” yang pertama, yang oleh N. Berdiayev dihubungkan sangat erat dan mendalam dengan pengalaman hidup eksistensialnya.[3]
Berangkat dari titik inilah saya menemukan hipotesis sementara dari pemikiran N. Berdiayev bahwa, ia memandang kebebasan kreatif merupakan sarana yang tepat bagi manusia untuk mengarahkan kehidupannya kepada Sang Pengada. Kebebasan kreatif ini harus dijalankan oleh manusia dengan aktif dan penuh tanggung jawab. Tanggung jawab manusia yang bersifat aktif ini adalah persiapan manusia untuk menerima kehidupan setelah beranjak dari dunia ini. Karena dunia yang dijalani oleh manusia saat ini adalah sementara.
Dalam kesementaraan inilah manusia diharapkan untuk mampu mempertanggungjawabkan kebebasan akal budinya. Jangan sampai produk dari akal budi manusia sendiri mengasingkan manusia dari hakekatnya sebagai makhluk yang memiliki determinasi dalam mengolah hal yang baik dan buruk. Akhirnya, kebebasan kreatif diharapkan menjadi bekal atau modal bagi manusia dalam hal bertindak. Tindakan manusia harus didasarkan pada semangat kebebasan. Kebebasan kreatif harus menjadi fondasi yang kuat bagi setiap manusia dalam memahami karya besar dari Sang Pencipta. Karya besar itu tidak lain tidak bukan adalah persekutuan hidup dengan Sang Pengada sendiri. Oleh karena itu, yang dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup itu sendiri adalah pengorbanan yang bersifat aktif.
2. Kesadaran
Manusia adalah makhluk yang selalu sadar. Kesadaran diri manusia, pertama – tama bertitik tolak dari akal budinya. Akal budi manusia menghantar manusia pada kesadaran diri. Manusia yang sadar adalah pribadi yang mampu melihat dunianya sendiri.
Manusia yang sadar adalah pribadi yang melihat dunia yang sedang dijalaninya hanyalah bersifat sementara. Dalam kesementaraan itu, seharusnya manusia sadar untuk berbuat sesuatu. Karena ia mempunyai akal budi. Sesuatu yang dikerjakan oleh manusia akan memberikan manfaat bagi dunia seputar di mana ia berdomisili dalam proses menyejarah. Penyejarahan akal budi manusia melambangkan adanya kehidupan.
Sebagimana kelahiran dan kematian yang selalu datang dan pergi. Kedatangan dan kepergiaan dalam kehidupan manusia sangatlah unik. Keunikan yang sangat mencolok adalah persiapan diri manusia untuk menuju kepada kehidupan setelah kematian. Karena waktu manusia kembali menyejarah bersama dengan Sang Pemberi kehidupan ini, kesan yang selalu diingat oleh mereka yang masih berziarah dalam proses menuju kepada peziarahan sejati adalah apa yang telah dikerjakannya selama proses penyejarahannya di dunia yang sementara ini. Oleh karena itu, manusia yang sadar adalah manusia yang memahami akan makna tujuannya di dunia ini. Karena hidup tanpa tujuan merupakan krisis identitas dalam diri manusia. Manusia yang tidak tahu akan tujuannya akan terombang – ambing di dalam samudera lautan yang luas ini.
Kesadaran manusia berorientasi kepada tujuan yang ingin dicapainya dalam hidup ini. Manusia yang memiliki tujuan tidak akan pernah disesatkan. Karena ia tahu apa yang ingin dikerjakannya semasa proses penyejarahannya. Hal ini senada, seirama dengan potretan singkat dalam perkuliahan Teologi Moral oleh Romo. Beny Pang, O,Carm tentang “Hidup dengan Tujuan.”Di mana ia mengatakan bahwa,”orang yang tahu telos (tujuan) dalam hidupnya, akan memiliki determinasi yang kuat untuk mencapainya. Jika kita tahu tujuan hidup kita, maka kita akan dengan sekuat tenaga mengarahkan jalan kita ke sana, jika tidak kita tidak akan pernah berkembang ke mana – mana, macet, atau bahkan mundur. Tahu dan sadar akan tujuan ini juga membuat kita selalu kembali disadarkan jika kita berjalan salah arah.”[4]
Kesadaran mengatakan subjektivitas. Subjektivitas memaksudkan aku memiliki segalanya untuk bertanggung jawab atas tindakanku. Subjektivitas identik dengan kebebasanku.[5] Manusia memahami kebebasannya dengan jalan komunikasi. Sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain maka komunikasi adalah salah satu sarana untuk terkoneksi dengan orang dikeliling kita, baik komunikasi secara verbal maupun secara non-verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang terjadi dengan berbicara pada orang lain.
Sementara komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang terjadi melalui perantara. Komunikasi merupakan lapangan rasionalitas manusia. Bahasa mengukir dan mengungkap struktur rasionalitas manusia. Bahasa itu melukiskan tidak hanya sekedar alat komunikasi melainkan juga struktur rasionalitas manusia, sistem kulturalnya, skema – skema relasionalitas manusia.[6] Menurut Armada Riyanto khususnya yang berkaitan dengan tema,”Pembaca Teks, Bahasa, Predikasi Analogal.”Relasionalitas manusia merupakan kesadaran tertinggi dari manusia. Bentuk kesadaran inilah yang mencerminkan cara kerja akal budi yang baik dan benar sesuai dengan fungsinya.
Dalam perjalanan selanjutnya, manusia menyadari diri bahwa bahasa yang digunakannya dalam kehidupan sehari – hari tidaklah cukup untuk memahami bahasa Sang Pengada. Namun dengan jalan predikasi setidaknya akan menghantar manusia pada pemahaman akan bahasa Tuhan. Tetapi juga ada keterbatasan di lain pihak. “Predikasi teks terdiri dari tiga bagian besar adalah: Univoks, equivoks, dan analogi. Univoks tidak bisa dipredikasikan dengan Allah.
Mengapa? Karena maknanya akan kabur. Predikasi tentang-Nya jelas tidak bisa diandaikan dalam univokal. Sebab, Allah akan sama saja di satu pihak, dan di lain pihak penjelasannya jelas merupakan penyangkalan perbedaan kodrat Allah dan manusia. Setiap predikasi yang menyamakan antara Allah dan manusia (ciptaan) merupakan tindakan naïf.”[7] Predikasi equivokal berarti: realitas dijelaskan dalam kata yang sama tetapi berbeda arti/maknanya. Oleh karena itu, jika baik univokal maupun equivokal tidak bisa digunakan untuk mempredikasi mengenai Allah, harus diakui analogal merupakan sebuah pemecahannya.[8]
3. Absolut
Manusia yang bebas merupakan manusia yang berlandaskan kepada keabsolutannya. Fichte mengatakan bahwa,”kesadaran tentang “Aku” adalah kesadaran tentang keberadaanku, tindakanku.”Tindakan yang dicerminkan oleh akal budi manusia ini mengatasi relasionalitas. Di mana manusia bertindak melampaui kemanusiaannya. Kemampuan manusia untuk menjadi dirinya sendiri sangat membantu manusia dalam berelasi dengan sesamanya. Korelasi yang dihidupi oleh manusia, pertama – tama bukanlah dorongan dari luar dirinya.
Sebab manusia bertindak dalam alam kesadaran penuh. Kepenuhan manusia dalam berelasi inilah yang dinamakan dengan keabsolutan. Karena manusia bertindak dalam ranah yang bebas dan bertanggung jawab. Kebebasan manusia itu sendiri menandakan bahwa dengan adanya akal budi yang telah diberikan oleh Sang Pengada kepada manusia, manusia memiliki kepenuhan dalam bertindak, berinteraksi dengan sesamanya. Interaksi yang aktif bertanggungjawab inilah yang akan menampilkan adanya eksistensi dalam diri manusia. Mengapa? Karena eksistensi itu sendiri merupakan adanya kehidupan dalam diri manusia. Manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai jiwa. Karena manusia digerakan oleh roh. Tanpa eksistensi roh maka tiadanya kehidupan dalam diri manusia.
Lalu pertanyaannya sekarang adalah apakah kehadiran roh atau adanya eksistensi hanyalah dimiliki oleh mereka yang selalu menggunakan akal budinya dengan aktif bertanggung jawab? Di manakah eksistensi bagi manusia yang tidak menggunakan akal budinya dengan aktif dan bertanggung jawab? Tentu jawabannya adalah tidak! Karena eksistensi itu sendiri melambangkan adanya kehidupan. Namun, yang membedakan di sini adalah adanya tanggung jawab dan tidak adanya tanggung jawab dalam diri manusia. Karena manusia yang bertanggung jawa adalah manusia yang memiliki determinasi dalam menggunakan akal budinya dengan sebaik – baiknya. Karena manusia menyadari diri bahwa hidup ini hanyalah sementara. Sebagimana gempa budi yang akhir – akhir ini menggunjang negeri kita yang tercinta ini. Gempa bumi terjadi hanya dalam hitungan detik, menit namun efeknya sangat luar biasa bagi kehancuran manusia. Gempa bumi telah memporak – porandakan tatanan kehidupan kita.
Nah, berangkat dari kesadaran inilah manusia yang sadar akan kehidupan yang sementara inilah yang mendorongnya untuk meninggalkan kesan yang baik dalam kehidupannya. Kesan itu diwujudnyatakannya melalui karya yang diciptakan oleh manusia yang secara bebas dan aktif bertanggung jawab dalam memaknai atau mengisi kehidupan yang dijalaninya ini.
Sementara, manusia yang dalam tanda kutip, tidak menggunakan akal budinya dengan aktif bertanggung jawab merupakan pribadi – pribadi kurang menghargai kehidupan. Jenis manusia seperti inilah yang akan menjadi momok atau masalah terbesar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena dalam diri mereka tidak adanya usaha untuk melakukan sesuatu yang nantinya akan memperkaya makna kehidupan. Mereka akan menjalani kehidupan dengan begitu mengalir. Bagikan air yang mengalir begitu saja di musim hujan.
Namun air yang mengalir di musim hujan dapat membantu manusia dalam menjalani kehidupannya. Sementara manusia yang hidupnya hanya mengalir begitu saja adalah manusia yang secara ekstrim tidak mempunyai jiwa. Karena manusia yang mempunyai jiwa adalah manusia yang memiliki tujuan kehidupan. Karena selalu digerakkan oleh roh dalam melakukan sesuatu. Oleh karena itu, jenis manusia seperti inilah mayat hidup yang sedang berjalan di alam raya nan indah ini.
Waktu pun terus bergulir, manusia yang memiliki jiwa aktif dan bertanggung jawab telah menciptakan keindahan. Keindahan itu sendiri telah menandakan adanya eksistensi dalam diri manusia. Karena manusia menjalani kehidupannya dengan penuh tanggung jawab. Berangkat dari tanggung jawab itulah, manusia menjadi mencintai. Mengapa? Karena melalui keindahan, manusia semakin disadarkan akan keabsolutannya. Manusia yang memiliki jiwa absolut akan mengarahkan hidupnya untuk mencintai. Cinta adalah hal terindah dalam kehidupan manusia. Manusia yang menjalani kehidupannya dengan cinta akan menghantarnya kepada permenungan yang semakin mendalam dengan sejarah hidupnya. Karena sejarah kehidupan manusia itu pertama – tama berangkat dari cinta. Tanpa cinta manusia tidak akan pernah ada di dalam ranah peziarahan ini. Karena Sang Pengada itu sendiri merupakan sumber cinta. Maka manusia pun harus menjadi pribadi yang hidupnya didayai oleh cinta. Karena cinta dapat mengubah segalanya.
Perjalanan cinta dalam diri manusia merupakan perjalanan Sang Pengada. Karena dalam diri manusia Sang Pengada pun menyajarah. Penyejarahan akan eksistensi yang absolut dari Sang Pengada ditampilkan oleh jiwa manusia yang bebas. Karena dalam kebebasan manusia pun menciptakan cinta yang absolut. Cinta yang absolut adalah tanda di mana cinta itu tidak pernah berkesudahan. Cinta akan selalu ada dalam hidup manusia. Manusia yang mencintai adalah pribadi yang mampu menggerakkan sesuatu dari ketiadaan menjadi ada.
Ada berarti adanya eksistensi dalam kehidupan manusia. Manusia dalam kurun waktu selalu memiliki dinamika kehidupannya tersendiri. Dalam kesendirian manusia merenungkan, membaca, mengarahkan apapun yang akal budinya inginkan. Keinginan terbesar dalam diri manusia adalah hidup dalam cinta. Keuntuhan cinta adalah keabsolutan diri manusia. Keabsolutan manusia tidak lain tidak bukan adalah eksistensi. Keberadaan eksistensi karena digerakan oleh sesuatu. Sesuatu itu juga digerakkan oleh sesuatu yang lain. Artinya cinta selalu digerakkan oleh gerak pertama. Gerak pertama tidak bisa digerakkan oleh yang lain. Mengapa? Karena gerak pertama merupakan Sang Pengada segala sesuatu. Sesuatu itu sendiri adalah cinta yang dimiliki oleh manusia.
Manusia mencintai adalah manusia yang selalu menyejarah dalam lingkup Sang Pengada sendiri. Karena manusia menciptakan atau berkreasi untuk menunjukkan eksistensinya yang absolut. Artinya manusia memiliki kebebasan yang mutlak untuk mengekspresikan cinta Sang Pengada dalam kehidupan setiap hari. Ekspresi bebas manusia merupakan perjalanan cinta dalam menelusuri lorong – lorong kehidupan manusia. Tujuan perjalanan cinta manusia adalah untuk menunjukkan adanya keindahan dalam diri manusia yang absolut.
Keabsolutan jiwa manusia diibaratkan seperti seekor burung yang memiliki kebebasan mutlak dalam menciptakan kehidupannya. Artinya kebebasan burung dalam mencari ruang untuk mengukir sejarah kehidupannya. Sembari menciptakan kehidupannya, ia pun beterbangan ke sana – kemari dalam mengisi eksistensi kehidupannya. Demikian pun juga dengan jiwa manusia. Di mana jiwa yang memiliki kebebasan absolut dalam memaknai dunianya.
Dunia manusia adalah dunia eksistensi absolut. Hal ini senada dengan pendapat atau ide dari Armada Riyanto CM yang mengatakan bahwa kesadaran tentang “Aku” adalah kesadaran tentang keseluruhan eksistensi keberadaanku. Hidup-ku itulah “Aku”. Perbuatan-ku itulah “Aku”. Relasi – relasi-ku itulah “Aku”. Cinta-ku dan segala konsekuensi pengorbanan yang menyertainya, itulah “Aku”. Peristiwa – peristiwa yang terjadi dalam diri manusia itulah diri absolut.
Singkat kata, manusia yang menyadari dirinya yang absolut merupakan pribadi yang menghargai kehidupan. Karena kehidupan manusia itu sendiri adalah indah. Tanpa keindahan manusia tidak bisa memahami eksistensinya sebagai makhluk absolut. Keabsolutan diri manusia dijiwai oleh cinta. Cinta yang berasal dari Sang Pengada kehidupan. Manusia mencintai berorientasi kepada kehidupan setelah kematian. Sebagaimana yang dikatakan oleh filsuf agama Nikolay Berdiayev bahwa, “kebebasan kreatif” merupakan kebebasan yang aktif dan penuh tanggung jawab, yang secara sadar diabadikannya untuk persiapan kerajaan Allah”.
4. Eskatologis
Nikolay Berdiayev mengatakan bahwa,“Kebebasan roh harus diakui dan dihormati dalam Gereja dan Negara sebagai harta tertinggi manusia. Karena kebebasan merupakan prinsip utama dan yang paling berharga yang diperolehnya dalam usaha mencari kebenaran”. Manusia melakukan sesuatu berorientasi kepada kebenaran dan keadilan. Jika kita melihat filsafat politik Aristoteles, kebenaran yang adil adalah “kebajikan” (arête) yang berarti kemampuan moral dan intelektual selalu diperlukan oleh seorang negarawan. Perbandingan ini hanyalah mau mengatakan bahwa kebenaran yang dilakukan oleh manusia selalu berorientasi kepada persiapan untuk menuju kepada kehidupan setelah kematian.
Kebebasan merupakan suatu kewajiban (untuk mematangkan diri) daripada suatu peluang (untuk bertindak seturut suka). Artinya manusia diberikan kebebasan oleh Sang Pengada untuk mematangkan diri dalam proses pencarian akan makna kebenaran hidup.
Manusia mencari kebenaran hidup harus didayai oleh cinta. Cinta manusia akan mengarahkan manusia kepada kebenaran sejati. Manusia harus memperjuangkan kebenaran sejati. Karena kebenaran sejati merupakan nilai kebajikan tertinggi dalam kehidupan manusia. Kebenaran sejati janganlah direduksi oleh ambisi manusia dalam mendapatkan sesuatu. Karena makna kebenaran itu sendiri akan menjadi kabur. Kekaburan inilah yang akan memberikan dampak yang sangat besar dalam diri manusia dalam hal bertindak. Di mana manusia tidak melihat kebebasan itu sebagai kewajiban untuk mematangkan diri, sebaliknya manusia akan memanfaatkan peluang tersebut untuk bertindak seturut suka.
Kebenaran merupakan syarat mutlak (absolut) bagi manusia. Manusia yang melakukan sesuatu berdasarkan kesadaran akan memiliki destinasi. Destinasi atau tujuan manusia akan terealisir apabila manusia itu sendiri bertindak secara bebas dan aktif. Keaktifan manusia dalam mencari kebenaran absolut akan memperkaya manusia dalam bertindak. Tindakan manusia selalu berorientasi kepada kebaikan. Kebaikan manusia merupakan keabsolutan sejati. Karena manusia memiliki akal budi. Akal budi manusia menciptakan kebenaran.
Kebenaran dalam tanda kutip adalah persiapan manusia dalam menuju kepada kehidupan bersama dengan Sang Pengada. Persekutuan hidup bersama dengan Sang Pengada merupakan tujuan tertinggi dari manusia. Karena manusia selalu mencari dan terus mencari kebenaran di dunia ini, akan tetapi tidak ada satu pun kebenaran yang dapat memberikan kepuasan bagi manusia. Manusia akan terus mencari kebenaran. Orang yang menyakini doktrin predestinasi pasti akan segera meng-iya-kan tanpa keberatan. Atau, juga mereka yang menyakini secara mudah “nasib” manusia ada di tangan Tuhan, pasti akan menolak segala bentuk kepastian oleh keputusan manusia. Keputusan tak pernah di tangan manusia, tetapi di tangan Tuhan.[9]
Keputusan sepihak dalam menentukan nasib manusia merupakan kekeliruan terbesar dalam diri manusia. Karena hidup dan matinya seseorang itu bukan ditentukan oleh manusia. Manusia hanyalah bisa bertindak dan menjalani kehidupan. Akan tetapi, roda kehidupan hanya ditentukan oleh Tuhan. Yang dibutuhkan oleh manusia dalam persiapan menuju kepada kehidupan setelah kematian adalah memperjuangkan kebenaran sejati. Karena kebenaran sejati merupakan syarat mutlak bagi segala tindakan manusia yang berlandaskan pada akal budi. Karena akal budi pada kodratnya adalah baik. Kebaikan itulah yang menghantar manusia kepada persekutuan hidup dengan Sang Pengada.
5. Kesimpulan
Manusia yang menyadari dirinya yang absolut merupakan pribadi yang mampu menghargai kehidupan. Karena kehidupan manusia itu sendiri adalah indah. Tanpa keindahan manusia tidak bisa memahami eksistensinya sebagai makhluk absolut.
Keabsolutan jiwa manusia dijiwai oleh cinta. Cinta yang berasal dari Sang Pengada kehidupan. Manusia mencintai berorientasi kepada kehidupan setelah kematian. Sebagaimana yang dikatakan oleh filsuf agama Nikolay Berdiayev yang mengatakan bahwa,”kebebasan kreatif” merupakan kebebasan yang aktif dan penuh tanggung jawab, yang secara sadar diabdikannya untuk persiapan kerajaan Allah.
Kebebasan merupakan suatu kewajiban (untuk mematangkan diri) daripada suatu peluang (untuk bertindak seturut suka). Karena kebebasan merupakan prinsip utama dan yang paling berharga yang diperoleh manusia dalam usaha mencari kebenaran. Kebenaran roh harus diakui oleh Gereja dan Negara sebagai harta tertinggi manusia.
Johann Gottlieb Ficthte mengatakan bahwa,”Aku absolut” merupakan prinsip etika. Artinya, “Aku” identik dengan “tindakan-ku”. Kesadaran tentang “Aku” adalah kesadaran tentang keberadaanku, tindakanku. Dunia manusia adalah dunia eksistensi absolut. Hal ini senada dengan pendapat atau ide dari Armada Riyanto CM yang mengatakan bahwa kesadaran tentang “Aku” adalah kesadaran tentang keseluruhan eksistensi keberadaanku. Hidup-ku itulah “Aku”. Perbuatan-ku itulah “Aku”. Relasi – relasi-ku itulah “Aku”. Cinta-ku dan segala konsekuensi pengorbanan yang menyertainya, itulah “Aku”. Peristiwa – peristiwa yang terjadi dalam diri manusia itulah diri absolut.
Akhirnya, saya berpendapat bahwa Nikolay Berdiayev dan Johann Gottlieb Ficthte telah memberikan potretan atau gambaran bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia harus didasarkan kepada kebebasan. Kebebasan yang aktif dan bertanggung jawab dalam memahami eksistensi manusia sebagai makhluk yang berakal budi.
Tindakan yang bebas dan bertanggung jawab juga didasarkan pada cinta. Karena cinta merupakan harta terindah dalam kehidupan manusia. Kehadiran cinta merupakan jalan bagi manusia untuk mencintai keindahan. Melalui cinta manusia mengenal keindahan. Keindahan cinta akan menghantar manusia kepada persekutuan kehidupan setelah kematian. Kematian dalam cinta merupakan keindahan. Keindahan cinta berasal dari cinta yang agung dan murni dan kembali kepada Sang Pemberi cinta itu sendiri.
Daftar Pustaka
Riyanto Armada. Relasionalitas Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen. Kanisius: Yogyakarta,2018.
Riyanto Armada. Menjadi Mencintai Berfilsafat Teologis Sehari – hari. Kanisius: Yogyakarta, 2013
Klein Paul Kebebasan Kreatif Menurut Nikolay Berdiayev. Ledalero: Maumere, 2007.
[1] Paul Klein, Kebebasan Kreatif Menurut Nikolay Berdiayev (Maumere: Ledalero, 2007), Hlm. 13.
[2] Armada Riyanto, Menjadi-Mencintai Berfilsafat Teologis Sehari – hari (Yogyakarta: Kanisius, 2013), Hlm. 5.
[3] Paul Klein, Kebebasan Kreatif Menurut Nikolay Berdiayev (Maumere: Ledalero, 2007), Hlm. 2
[4] Diktat Kuliah Teologi Moral Romo. Beny Pang, O,Carm. Hidup dengan Tujuan (Summa Theologiae St. Thomas Aquinas).
[5] Armada Riyanto. Menjadi-Mencintai Berfilsafat Teologis Sehari – hari (Yogyakarta: Kanisius, 2013), Hlm. 99
[6] Armada Riyanto. Relasionalitas Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen (Yogyakarta: Kanisius, 2018), Hlm. 115 – 116.
[7] Armada Riyanto. Relasionalitas Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen (Yogyakarta: Kanisius, 2018), Hlm. 119.
[8] Ibid
[9] Armada Riyanto. Relasionalitas Filsafat Fondasi Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen (Yogyakarta: Kanisius, 2018), Hlm. 206.
Catatan: Artikel ini merupakan artikel saya yang pernah dimuat di blog saya sebelumnya Fredysuni.blogspot.com. Alasan pemindahan adalah di sini lebih profesional dan semoga pembaca Tafenpah mendapatkan ilmu pengetahuan.
Posting Komentar untuk "Teologi: Kebebasan Absolut Diriku Menuju Kehidupan Eskatologis"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat