Eko-Teologi: Dialog Manusia dan Alam
Eko-Teologi:Dialog Manusia dan Alam.Sumber gambar; Cnnindonesia.com
Oleh: Marsel Johan,S.Fil (Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang)
TAFENPAH.COM - Menjaga keutuhan alam ciptaan sudah merupakan tanggung jawab manusia. Dewasa ini eksistensi alam semakin terancam oleh aktivitas manusia yang mengeksploitasi alam secara global. Fenomena tersebut membawa dampak bukan saja alam semakin rusak, tetapi juga kehidupan manusia semakin terancam.
Dalam tulisan singkat ini, saya mencoba menelisik eksistensi alam dari sudut pandang teologis. Dalam teologi Katolik (Eko Teologi) alam ciptaan dipandang sebagai “Tubuh Tuhan” dan manusia terpanggil untuk hidup bersahaja dengan alam; ciptaan yang memenuhi kebutuhan manusia. Alam dari sendirinya menjadi ibu bagi manusia; pemberi dan penjamin kelansungan hidup manusia.
Inkarnasi Sebagai Jembatan Dialog Manusia dan Alam
Minews.id |
Dalam teologi Kristiani peristiwa agung Allah terungkap melalui peristiwa inkarnasi Allah yang mewujud dalam manusia Yesus. Peristiwa inkarnasi dipahami sebagai penjelmaan yang berada dalam jangka waktu yang lama mulai dari penciptaan pada awal mula. Dengan demikian penciptaan merupakan relasi intim antara Allah dan dunia yang tak terpisahkan. Hal itu dikarekan penciptaan merupakan sebuah penjelmaan. Sallie Mcfague dalam sebuah tulisannya mengatakan; kedekatan relasi Allah dan dunia bukan terletak pada tataran identitas yang sama, melainkan berkelanjutan. Penciptaan sebagai penjelmaan merupakan undangan bagi manusia untuk memahami alam ciptaan sebagai realitas Tubuh Kristus sendiri yang melalui alam, Allah terus mengerjakan karya penciptaan-Nya dan manusia turut ambil bagian didalamnya.
Melalui Alam Kepada Allah
Alam sebagai realitas Tubuh Kristus memiliki makna “kesucian/sacral” dihadapan manusia. Pesona keindahannya mengalirkan energi yang menyegarkan jiwa raga manusia dan mengungkapkan kehadiran Allah. Dihadapan keindahan alam manusia hanya bisa tertegun dan mengaguminya. Suatu hari dua orang bersahabat mendaki sebuah gunung yang tinggi. Dalam perjalanan, seorang dari mereka merasa ingin menyerah karena kelelahan. Seorang yang lain memberi suport agar temannya dapat terus mendaki hingga puncak. Ketika tiba di puncak gunung, temannya memandang sekeliling dan melihat pemandangan di sekelilingnya yang sangat indah lagi menyegarkan. Dia berkata “ohh..betapa indahnya alam, keindahannya menyegarkan jiwa dan menghilangkan lelahku”. Sontak dia bertanya kepada sahabatnya “siapakah yang menjadikan alam ini begitu indah?” sahabatnya menjawab “Sang Keindahan, pelukis agung yang menjadikannya”. Mendengar jawaban tersebut dia merenung dan berkata “Tuhan betapa jiwaku bersuka cita dihadapan karya jari tangan-Mu“.
Ilustrasi singkat di atas menunjukan bahwa manusia dapat menuju Allah dalam dan melalui alam semesta. Berada di tengah keindahan alam, manusia mengalami sebuah misteri yang agung dimana Allah hadir dalam keindahannya. Allah hadir mengundang manusia untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan yang berkelanjutan dalam alam semesta. Undangan ini sekaligus menjadi tugas pelayanan dan pengapdian kepada Allah sebagaimana dalam Perjanjian Lama tugas tersebut dilakukan oleh kaum lewi dan para imam dalam kemah suci. Alam ciptaan dilihat sebagai kemah suci Allah, rumah kediaman Allah. Sehingga tindakan melayani dalam dialog manusia dan alam lansung tertuju kepada Allah sendiri. Hal ini tidak hanya berlaku bagi orang Kristen melainkan bagi semua agama, budaya, singkatnya bagi semua lapisan masyarakat tanpa memandang perbedaan ras, agama, sama-sama memiliki tanggung jawab untuk melayani Allah dalam alam ciptaan-Nya.
Rekonstruksi Cara Pandang Manusia Terhadap Alam
Cara pendang manusia terhadap segala sesuatu juga menentukan sikap dan perbuatannya. Dalam kaitan dengan alam semesta, jika melihat alam semesta dari sudut pandang Allah, maka hal itu dapat mempengaruhi manusia; bagaimana manusia bertindak dan memperlakukan alam semesta sebagai lambang Tubuh Kristus yang harus dihargai dan dipelihara.
Fungsi akal budi (berpikir) dengan benar tentang alam akan membawa dampak positif terhadap perubahan tingkalaku manusia. Misalnya memuliakan Allah bagi orang Kristen dapat melalui Kitab Suci dan alam semesta, sebab keduanya adalah buku kehidupan yang Allah berikan.
Manusia mendapat mandat dari Allah untuk berkuasa dan menjaga keberlansungan alam semesta. Berkuasa tidak dipahami sebagai tindakan tanpa malu atau sewenang wenang atas alam. Manusia diberi kuasa bukan untuk mengeksploitasi alam seturut kehendaknya melainkan harus selaras dengan kehendak Allah untuk maksud penciptaan kembali.
Menyelaraskan cara berpikir manusia dan Allah merupakan jalan terbaik untuk mengekang agresifitas tindakan manusia terhadap alam. Semakin manusia egois dan agresif, maka eksistensi alam semakin terancam dan mausia berada dihadapan liang lahat yang dibuat sendiri; merusak alam ciptaan secara berlebihan atau tidak bertanggung jawab sama dengan menggali kubur bagi diri sendiri.
Jalan Pertobatan; Kembali Kepada Allah
Manusia perlu menyadari bawah Allah adalah penguasa atas seluruh kehidupan termasuk alam dan manusia. Allah melimpahkan kekuasaan untuk mengolah alam semesta kepada manusia, namun bukan untuk menghancurkannya seturut kehendak manusia, melainkan menggunakan alam seturut kehendak Allah sendiri.
Dalam penggunaan kekuasaan yang Tuhan berikan bersifat kooperasi (kerjasama). Manusia dalam tugas pelayanan dan pengapdian kepada Allah melalui alam sebagai tubuh Kristus, bekerja sama dengan alam dan juga bekerja sama dengan Allah sendiri.
Allah telah merendahkan diri dan menjadi sama dengan manusia dengan tujuan untuk membangun kerja sama dengan manusia dalam mengolah alam semesta sebagai tanda sacramen cinta Allah. Hal tersebut mengungkapkan bahwa Allah turut mengintervensi tindakan manusia. Apabila manusia menolak intervensi Allah sebagai Sang Empunya, maka keserakahan, hawa nafsu dalam mengolah serta memanfaatkan alam semesta menguasai seluruh tindakan manusia. Semakin manusia menjauhkan diri dari Allah, semakin Allah mencari manusia. Untuk itu manusia harus melakukan gerakan kembali yakni kembali kepada Allah sebagi sikap tobat.
Sikap tobat tersebut bertujuan menepis slogan yang bererdar di jaman ini yaitu “menaklukan bumi”. Slogan terseut telah ditafsir secara keliru oleh manusia. Konsep yang termuat dalam slogan tersebut menunjukan keterpisahan antara manusia dan Penciptanya. Manusia seolah “independen” bebas dari intervensi Allah dalam mengolah alam semesta.
Manusia telah menyalagunakan kepercayaan dari Allah; merusak alam semaunya sendiri. Kekuasaan yang Allah berikan merupakan tanggung jawab moral manusia untuk menjaga, melestarikan alam semesta sesuai dengan maksud dasarnya. Allah memberi kuasa kepada manusia bukan untuk membinasakan melainkan untuk berpartisipasi dalam karya Allah “penciptaan yang berkelanjutan”.
Pada awal mula penciptaan, sebelum Allah menciptakan manusia pada hari keenam, Allah terlebi dahulu menciptakan alam semesta dengan segala isinya. Hal ini menunjukan bawah sejak awal mula Allah telah menunjukan cintanya kepada manusia dengan menyediakan makanan serta minuman yang bersumber dari alam.
Dengan kata lain alam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Tindakan Allah tersebut menunjukan bahwa Allah sangat memperhatikan hidup manusia. Disisi lain Allah dapat pula disebut sebagai pelukis terhebat, seluruh alam cipataan dilukis dengan tangan-Nya sendiri dan menggambarkan keindahan dari Allah sendiri.
St. Columban dari Irlandia mengatakan; janganlah kamu mencari Sang Pencipta, jika kamu tidak mengenal ciptaan-Nya. Ungkapan ini menunjukan bawah Allah hadir dalam diri setiap ciptaan-Nya. Maka jika manusia dengan segala caranya merusak alam semesta, hal itu juga merusak relasi manusia dengan Allah yang hadir dalam alam semesta. Manusia dipanggil untuk bersahaja, bersatu bersama ciptaan lain. Manusia memiliki kedekatan relasi dengan ciptaan lain maka manusia juga mempunyai tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan alam ciptaan sebagai Tubuh Kristus sendiri.
Daftar Rujukan:
Al. Purwa Hadiwardoyo.MSF “Teologi Ramah Lingkuangan, Sekilas tentang Ekoteologi Kristiani” dalam Al. Purwo Hadiwardoyo (ed). 2015. PT.Kanisius. Yogyakarta
Sea`n McDonagh, SSC “Ajal Kehidupan” dalam Sea`n McDonagh (ed.).2010. Bina Media Perintis. Medan
Haskarlianus Pasang “ Mengasihi Lingkungan” dalam Haskarlianus Pasang (ed.).2011. Leteratur Perkantas. Jakarta
Dr. Aman Peter C. OFM “Iman yang Merangkul Bumi” dalam Dr. Aman Peter C. (ED.). 2013. Obor. Jakarta
Posting Komentar untuk "Eko-Teologi: Dialog Manusia dan Alam"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat