Apa Harapanmu di HUT Ke-100 Kota Kefamenanu? | Tafenpah
Penulis: Fredy Suni
Bundaran KM 9 Kefamenanu | Tafenpah |
Tafenpah.com - Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sedang mempersiapkan diri menuju Hari Ulang Tahunnya ke-100 tahun.
Perjalanan warga TTU di usia satu abad ini memang penuh dengan ragam kisah.
Kisah itu dimulai sejak tanggal 22 September 1992.
Sejak pemerintah Belanda mendeklarasikan lembah Bikomi ini menjadi wilayah administrasi pemerintahannya, di saat yang bersamaan pula, masyarakat yang mendiami pulau Timor Barat ini bersentuhan dengan dunia pendidikan.
Transformasi pendidikan terus berkembang, seiring dengan pola pikir masyarakat setempat dalam menciptakan masa depan mereka, terlebih bagi peserta didik.
Peserta didik dalam hal ini sangat kompleks, mulai dari TK hingga mahasiswa yang berada di Universitas Negeri Timor atau yang biasa dikenal dengan sebutan 'UNIMOR.'
Menanggapi perkembangan positif ini, ada satu hal yang masih meresahkan Penulis, yakni; pertanyaan 'Bagaimana hasrat berliterasi peserta didik menuju HUT Kefamenanu yang ke-100 tahun?'
Untuk mengupas persoalan ini, izinkan saya berpandangan dari sudut Penulis ya sobat Tafenpahners.
Berbincara tentang minat literasi peserta didik, tentu cakupannya sangat luas.
Karena literasi itu bukan hanya berkaitan dengan aktivitas membaca dan menulis.
Sebagaimana lazimnya yang kita kenal di dunia pendidikan formal.
Melainkan, literasi itu bisa berkaitan dengan pengembangan minat, literasi keuangan, literasi berorganisasi, literasi budaya, maupun literasi dalam membaca peluang-peluang yang akan ada ke depan.
Bundaran KM 9 Kefamenanu | Tafenpah.com |
Teruntuk sobat Tafenpahners, sebagai generasi garda terdepan antara kedua negara, RI dan Timor Leste, kitalah tumpuan maju dan berkembangnya lembah Bikomi ini ke depan.
Dari segi infrastruktur umum, kota kelahiran kita ini semakin berkembang setiap tahun.
Begitu pun dengan tingkat pendidikan masyarakat, terutama generasi muda.
Namun, persoalan yang tidak bisa kita hindari adalah mengapa daerah kita ini masih tertinggal dalam dari daerah-daerah lain yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur?
Maafkan Penulis, bila terlalu berpikiran subjektif ya.
Pertanyaan lanjutan: dalam hal apa kita masih tertinggal?
Tentu saja kita punya kualitas Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam, terutama bidang pertanian, peternakan, pariwisata, dan lain sebagainya.
Meskipun secara geografis, tanah kelahiran kita ini dikenal tandus atau kering, seolah-olah tiada kehidupan.
Namun, jika kita melihat lebih jauh, daerah kita bila dikelola dengan maksimal, tentu saja kehidupan kita akan lebih maju, terutama kesejahteraan dan keadilan masyarakat dari tingkatan bawah hingga atas.
Sumber dari persoalan ini adalah kita semua masih hidup dalam ego dan superego.
Artinya, kita belum bersatu sepenuhnya. Padahal sebagai ATOIN METO, kita mempunya filosofi dasar yang kini sudah banyak diadopsi masyarakat di luar sana, yakni; NEK MESE, ANSOF MESE, TAFENAH PAH TTU.
Filosofi Tinggal Namanya Saja
Epistemologi atau kerangka pikiran filosofi klasik ini, sejauh ini masih sebatas wacana belaka di ruang publik.
Apalagi mendekati kontestasi pesta demokrasi serentak.
Di mana, yang berkuasa terus berjanji, sementara rakyat selalu bertanya-tanya.
Senada dengan pikiran Filsuf Arthur Schopehaur yakni: YANG BIJAK MENCIPTAKAN, SEMENTARA YANG AWAM BERTANYA-TANYA.
Apa yang kita tanyakan! Untuk menjawabi pertanyaan besar ini, barangkali kita punya kapasitas untuk menjawab sesuai pengalaman kita sendiri dalam kehidupan bersosial.
Setelah kita menemukan jawabannya, mari kita kembali mengupas perkembangan literasi peserta didik dalam menyongsong HUT Kefamenanu yang ke-100 tahun.
Sesuai dengan riset sederhana dari Penulis, literasi ATOIN METO, khususnya generasi milenial semakin berkembang.
Namun, perkembangan ini belum sepenuhnya menyentuh setiap peserta didik.
Karena persoalan ini memang sangat kompleks sih.
Namun, Penulis juga bersyukur, bahwasannya dengan perkembangan Teknologi Informasi Digital, setiap generasi muda mulai membuka diri untuk belajar hal-hal baru.
Contoh nyatanya adalah kita bisa melihat menjamurnya pekerja-pekerja kreatif di era digital ini.
Pekerja kreatif itu seperti Youtuber, Selegram, Blogger, Vlogger, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan digital marketing.
Di samping berkembangnya pekerja kreatif ini, ada pun sebagian generasi milenial yang merasa enggan untuk mengambil peluang di era digital.
Penyebabnya adalah sebagian generasi milenial tidak ada hasrat ingin tahu.
Ketidaktahuan akan menyebabkan rentetan ketidaktahuan lainnya.
Nah, salah satu solusi sederhana dari Penulis adalah, Pemerintah sebagai aktor utamanya harus berani merangkul pekerja-pekerja kreatif di atas, guna mendobrak pertumbuhan literasi digital di kalangan peserta didik.
Karena pekerja-pekerja kreatif tersebut, setiap hari selalu bersentuhan dengan hal-hal baru yang belum tentu diketahui oleh generasi muda yang masih belum paham teknologi.
Akhirnya, dari hati yang terdalam, Penulis sampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, bila dalam coretan keresahan ini, ada salah data dan lainnya.
Namun, di balik itu semua, Penulis sangat mencintai Lembah Bikomi ini, terutama pertumbuhan literasi peserta didik.
Karena literasi bertumbuh, pola pikir masyarakat akan semakin berkembang.
Sederhananya; generasi muda lebih peka akan perkembangan literasi digital, adanya hasrat ingin tahu akan hal-hal baru di luar bidangnya, afeksi budaya pun ikut berkembang.
Selamat merayakan HUT Kefamenanu yang ke-100 tahun
Instagram: @Literasi_Tafenpah
Posting Komentar untuk "Apa Harapanmu di HUT Ke-100 Kota Kefamenanu? | Tafenpah"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat