Sekilas Kisah Tentang Kehidupan Diaspora di Kota Malang - Jawa Timur
Penulis: Fredy Suni
Sekilas kisah tentang kehidupan diaspora di kota Malang | Dokumen Tafenpah.com |
Tafenpah.com - Setiap tahun ratusan bahkan ribuan Mahasiswa dari Sabang sampai Merauke mencari oase atau suaka pendidikan di Kabupaten Malang.
Tak ketinggalan pula, Mahasiswa asal NTT yang menjatuhkan pilihannya untuk melanjutkan masa pendidikannya di Kota Apel. Kehadiran ribuan Mahasiswa dari berbagai daerah nusantara, turut memberikan andil bagi kehidupan yang semakin plural.
BACA JUGA: Pesona Raja Ampatnya Kota Malang
Kehadiran Mahasiswa di luar pulau Jawa memberikan perubahan yang amat signifikan dalam segala tatanan kehidupan di kota Malang.
Kendati kehidupan Sosio-Budaya yang semakin kompleks, tapi Pemerintah Kabupaten Malang tetap menjaga tradisi-tradisi setempat sebagai kekayaan budaya Nusantara.
Semasa penulis masih tinggal di NTT, bayangan penulis adalah pasti kota Malang indah, sejuk, asri dan banyak pohon Apel.
Ya, dari namanya saja kota Apel. Pasti banyak buah Apelnya. Tapi, saat saya menginjakkan kaki pertama kali di kota Pendidikan yang mulai berkembang di Jawa Timur, saya kaget dengan bangunan pencakar langit yang menghiasa kota Malang.
Udara panas dan bising kendaraan makin meningkat setiap tahun. Pembangunan rumah-rumah kaca masif dikerjakan oleh Pemerintah setempat. Akibatnya, kota dingin yang melegenda, kini berubah menjadi kota terpanas.
Penulis bersama rekan-rekan diaspora di kota Malang | Dokumen Tafenpah.com |
Memang untuk menikmati indahnya alam kota Malang, kita harus menyusuri ke daerah pinggiran. Tepatnya di kota wisata Batu. Karena hamparan pohon Apel milik warga sangat memanjakan mata di lereng-lereng perbukitan yang indah dan menawan hati.
Malang adalah rumah kedua bagi ribuan Mahasiswa asal NTT. Bertahun-tahun bahkan ada yang setelah kuliah memilih untuk menghabiskan sisa usianya di kota Malang. Karena mereka terlanjur jatuh cinta dengan budayanya, masyarakatnya, alamnya dan kehangat yang terjalin di jantung kota Malang.
Ke manapun saya melangkah dan berpijak, sisa-sisa kerinduan masih mengejar saya untuk segera kembali bersua dengan kehidupan harmonis di kota Malang. Kehidupan toleran yang diterjalin di kota Malang menjadi cerita dan legenda menarik bagi anak cucu mahasiswa asalah NTT.
Kendati ribuan mahasiswa memilih untuk menetap di kota Malang setelah kuliah, mereka tak bisa melupakan kearifan-kearifan lokal asal daerah mereka.
Sebagai pelestarian kearifan lokal budaya, setiap tahun mahasiswa asal NTT dan daerah-daerah lain turut memeriahkan Karnaval budaya di kota Malang.
Walaupun berada di tanah rantau, tapi rasanya seperti di daerah sendiri. Karena ke manapun kita melangkah, pasti kita menemukan sesama suku yang berasal dari daerah sendiri. Selain itu, relasi yang plural sangat membantu kita untuk mengenal budaya lain. Termasuk kebiasaan-kebiasaan setempat, makanan khas, karakter dan cara berpikir. Nilai-nilai positif inilah yang memperkaya kita selama di tanah rantau.
Melupakan keindahan kota Malang adalah kesalahan dan kekeliruan terbesar bagi siapapun yang pernah tinggal dan mencicipi hasil bumi kota Malang.
Karena dari Malang, sekarang kita menjadi orang yang tahu apa itu rindu dan rasa persaudaraan di tanah rantau. Karena kota Malang, kita tahu apa itu perbedaan, canda-tawa bersama budaya lain dan arti perjuangan untuk menggapai mimpi.
Kini mimpi saya hanya ingin menghabiskan sisa peziarahan saya di kota Malang. Karena dari sanalah, saya bisa mengulik aksara. Dari sanalah pola pikir saya dirubah. Dari sanalah saya mengerti arti persahabatan dan kerinduan.
Saya rindu kehidupan yang tenang. Saya rindu budaya silahturahmi di Hari Raya Besar setiap umat beragama. Saya rindu Aremania dan sampai langit terbelah pun, saya ingin menghabiskan sisa hidup saya di jantung kota Malang.
Posting Komentar untuk "Sekilas Kisah Tentang Kehidupan Diaspora di Kota Malang - Jawa Timur"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat