Teologi 2 November dan Maknanya bagi Atoin Meto
Penulis: Fredy Suni
Tempat Pemakaman Umum Desa Haumeni, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT | Foto: Fredy Suni |
Tafenpah.com - Di mana pun kita dilahirkan, pada akhirnya kita akan kembali berpijak dan menyatukan jiwa/spiritual dan tubuh (Corpus) kita.
Teruntuk Atoin Meto (Etnis Dawan) yang mendiami wilayah Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), sebagian Belu dan Timor Leste akan kembali menyatukan spiritual mereka bersama keluarga tercinta yang sudah meninggal.
Baca Juga: Eko-Teologi: Dialog Manusia dan Alam
Peristiwa penyatuan ini dimulai hari ini, dan puncaknya pada esok hari, tanggal 2 November.
Sepanjang bulan ini, umat Katolik sedunia akan mempersembahkan doa-doa bagi arwah keluarga mereka yang sudah kembali ke pangkuan semesta.
Jika kita melihat dari sudut Filsafat, pertama-tama kita akan kembali berkenalan dengan ajaran Filsuf Baruch de Spinoza.
Karena ajarannya menyangkut hukum integral, yakni: "Manusia Memiliki Satu Substansi Tunggal yaitu Alam atau Allah."
Sederhananya, etnis Dawan atau siapa pun yang memilih untuk merantau, dan ketika ajal menjemputnya, ia harus kembali dimakamkan di kampung halamannya.
Karena di sanalah akan terjadi penyatuan jiwa (spiritual) bersama tanah leluhurnya.
Kita pun percaya, bahwasannya hukum rimba ini berlaku dalam setiap aspek kehidupan.
Makanya, bila salah satu keluarga kita yang meninggal dan memilih untuk dimakamkan di negeri asing, keluarga akan keberatan.
Karena selain tempat ziarahnya membutuhkan biaya dan waktu yang lumayan lama, keluarga yang bersangkutan pun semakin jauh dari orang tercinta.
Di sinilah ada kegelisahan yang akan terus mengejar anggota keluarga yang masih hidup.
Karena tiada penyatuan spiritual antara orang yang sudah meninggal dan mereka yang masih hidup.
Dalam konteks ini, kita bergerak ke ajaran Filsuf kontroversial yang selalu dikaitkan dengan rezim NAZI, yakni Martin Heideggar.
Konsep ajarannya kurang lebih seperti ini " Jika hidup dan mati ditentukan oleh waktu, lantas apa itu waktu?"
Pertanyaan besar dalam ruang lingkung Filsafat dan Teologi ini tidak akan pernah usai (Past Tence).
Karena setiap zaman selalu ada pertanyaan tentang ini. Apalagi bagi anggota keluarga yang lokasi kuburannya di negeri asing.
Untuk itu, akan jauh lebih baik, bila jasad anggota keluarga berada di kampung halaman sendiri.
Lalu, bagaimana dengan perayaan 2 November bagi Atoin Meto?
Pertama-tama kita harus bersyukur, bahwasannya meskipun salah satu anggota keluarga kita ada yang sudah meninggal, tetapi relasi di antara kita tidak pernah terputus.
Itulah iman kepercayaan kita dan hal ini mutlak diyakini setiap aliran kepercayaan.
Besok akan menjadi momen bernostalgia Atoin Meto bersama anggota keluarga mereka di tempat-tempat pemakaman umum.
Dalam konteks ini, di kampung penulis, Desa Haumeni, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT ajang quality time ini akan berlangsung di Kofa, Faotbelan, Pasa, Tu'i (Kuamnasi) dan berbagai tempat pemakaman umum yang masih berada di area Bikomi Utara.
Selain itu, tak bisa dimungkiri bahwasannya malam ini semua keluarga pasti sudah mempersiapkan atribut untuk ziarah ke tempat peristirahatan terakhir keluarga mereka.
Atribut itu berupa; bunga, lilin, camilan, dan lebih menariknya ada ruang persembahan ternak untuk keluarga yang sudah meninggal.
Makanya, ada istilah orang Dawan yakni: Mui ti'ne mabe ija mne kin lof kana lekof.
Terjemahan bebasnya seperti ini: malam ini segala jenis ternak akan bermimpi buruk. Lantaran besok akan ada ajang persembahan besar-besaran di kuburan.
Akhirnya, selamat menjalani ajang penyatuan kembali bersama arwah keluarga tercinta di mana pun.
4 komentar untuk "Teologi 2 November dan Maknanya bagi Atoin Meto"
Terima kasih ya sudah berkunjung
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat