Brevet Kualifikasi Prajurit, Antara Profesionalitas dan Akuntabilitas
Oleh : Pudji Widodo
(Lencana brevet Paramedis yang ditawarkan via akun Facebook)
Lencana brevet di etalase toko online
Tafenpah.com. Ketika membuka situs online yang menawarkan atribut TNI, saya menemukan atribut brevet Paramedis. Atribut bordir untuk Pakaian Dinas Lapangan (PDL) TNI AD produk perusahaan B tampak paling bagus. Hasil bordirannya detil, garisnya tegas dan rapi. Pilihan warna dasar produk adalah hijau pupus.
Warna dasar atribut bordir hijau pupus serasi dengan pola atau motif kamuflase loreng PDL matra TNI AD yang baru. Berbeda dengan atrinut PDL TNI loreng "Malvinas" yang ditentukan warna dasarnya hijau botol, untuk warna dasar atribut bordir PDL matra tidak diatur dalam Peraturan Panglima TNI Nomor 11 Tahun 2019.
Kembali kepada soal brevet Paramedis, lambang brevet Paramedis menyertakan tanda palang merah dan jangkar. Mungkin karena ada jangkar, maka salah satu akun facebook <1>. lalu menawarkan brevet Paramedis tersebut dalam kelompok brevet TNI AL. Padahal dalam peraturan tentang brevet yang berlaku di lingkungan TNI AL tidak tercantum brevet paramedis.
Baca Juga: Kades Minta Perpanjangan Masa Jabatan Menjadi 9 Tahun, Bagaimana dengan Tanggapan Netizen?
Brevet kualifikasi kesehatan yang tercantum dalam peraturan KASAL untuk personel kesehatan TNI AL adalah brevet "Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Kesehatan Penerbangan dan Pin Kedokteran Gigi Militer."
Brevet kesehatan di lingkungan TNI AL lebih sedikit dibanding brevet Kesehatan TNI AD. Sesuai Keputusan Kasad Nomor Kep/954/X/2019 brevet Kesehatan TNI AD meliputi Brevet Kesehatan Militer, Brevet Trauma Tempur, dan Brevet Manajemen Madya Rumkit. Sedang Pin Kesehatan TNI AD berdasarkan keahlian meliputi Dokter Militer, Perawat Militer, Ahli Farmasi Militer serta tenaga kesehatan lainnya.
Lalu mengapa para pengrajin membuat dan menjual brevet paramedis ? Tentu bila ada penjualnya berarti ada pengrajin lencana yang mendapat pesanan konsumen. Interaksi antara penjual dan calon pembeli melalui akun facebook menunjukkan adanya minat untuk mengenakan lencana tersebut. Realitas ini menyiratkan bahwa sebenarnya pemesan lencana bangga dengan profesinya dan ingin mendapat pengakuan atas keberadaannya di satuan.
Tujuan mengenakan lencana brevet militer tentu bukan "suka-suka" seperti kelompok klub atau komunitas suatu peminatan tertentu. Lencana brevet adalah tanda pengakuan dan penghargaan terhadap profesionalitas prajurit sesuai kejuruan dan korpsnya. Lencana brevet kualifikasi prajurit merupakan salah satu upaya mewujudkan semangat kebanggaan korps dan sebagai identitas prajurit Kesehatan.
Selain lencana brevet, baret pun menunjukkan status kualifikasi individu pemakainya dan pasukan di mana dia bertugas. Nama Green Beret sudah mendunia dan di Indonesia siapa yang tak kenal nama besar pasukan Baret Merah. Satuan bantuan tempur dan bantuan administrasi di berbagai negara pun lazim mengenakan tutup kepala baret, termasuk Korps Kesehatan.
Angkatan Darat Inggris memberi identitas baret dark blue dan emblem
"In Arduis Fidelis" untuk Royal Army Medical Corps. Korps Kesehatan Angkatan Darat Afrika Selatan mengenakan baret merah maron dengan emblem "Audices Servanum." Sedang angkatan bersenjata Bundeswehr Jerman juga memberi emblem khusus pada baret biru dan lencana brevet Sanitätstruppe bagi personel satuan kesehatannya. Komponen kesehatan Angkatan Darat Belgia mengenakan baret hijau gelap.
(Dari atas kiri sesuai jarum jam : Emblem baret komponen kesehatan Angkatan Darat Inggris, Afrika Selatan, Jerman dan Pakistan)
Bukan hanya memiliki identitas korps kesehatan, meskipun langka di jajaran Kesehatan TNI AL terdapat dokter yang berkualifikasi Awak Kapal Selam, Juru Selam Kelas I, bahkan tercatat ada dokter berkualifikasi Kopaska. Para dokter tersebut berhak mengenakan brevet dan baret satuan khusus setelah lulus pendidikan di Pusat Pendidikan Khusus - Komando Pendidikan Operasi Laut (Pusdiksus Kodikopsla) Kodiklat TNI AL.
Kolonel Laut dr Iswanto, dokter TNI AL berkualifikasi Kopaska, menyambut kunjungan muhibah kapal perang Korsel Roks Munmu The Great (DDH – 976) pada 16/2/2017 di JICT Jakarta <2>.
Tercatat dalam karir beberapa Pamen dokter spesialis TNI AL pernah menjabat Komandan Sekolah Juru Selam TNI AL. Bahkan sekarang ini ada dokter spesialis di TNI AL yang menjabat Direktur Operasi Komando Penyelaman dan Penyelamatan Bawah Air (Koppeba) Koarmada RI. Hal ini menunjukkan bahwa kapabilitasnya tidak diragukan ketika dinas memberi tanggungjawab jabatan di luar habitatnya di jajaran kesehatan. Emblem baret dan lencana brevet sebagai dekorasi pakaian dinas bermakna identitas dan kompetensi profesi, juga menuntut tanggungjawab atau akuntabilitas pemilik dan satuannya.
Akuntabilitas brevet kualifikasi prajurit
Terinspirasi dari "Korps Speciale Troepen" (KST) Belanda, AE Kawilarang pada tahun 1952 membentuk Kesatuan Komando Teritorium III yang menjadi embrio Koppasus. Demikian pula pada dekade 80, Menhankam/Pangab Jendral TNI M. Yusuf saat itu sesuai Renstra ABRI membuat program pemantaban 100 batalyon berkualitas Raider <3>. Pada tahun 2006 Korps Marinir membentuk Regu Pandu Tempur (Rupanpur) pada setiap batalyon infantri marinir. Tim khusus ini sebagai transformasi dari Regu Penyelidik Lapangan (Rulidiklap) batalyon infantri marinir dan diberi identitas brevet Rupanpur Marinir.
Selain kualifikasi personel, kini Raider juga menjadi nama berbagai batalyon infantri, disusul kemudian Raider Khusus dan perubahan batalyon lintas udara menjadi Para Raider. Batalyon Raider baru tersebut dibentuk KSAD Jendral TNI Ryamizard Ryacudu pada tahun 2003. Baret hijau gelap dengan brevet Raider dan PDL Raider menjadi identitas pasukan tersebut. Ryamizard Ryacudu pula yang menginisiasi lahirnya satuan Taipur Kostrad pada tahun 2001 saat menjabat Pangkostrad.
Program pembentukan, peningkatan status, pemantaban dan pemeliharaan kemampuan satuan tempur tentu membutuhkan anggaran. Para kepala staf angkatan sebagai pembina kekuatan melalui Menteri Pertahanan harus meyakinkan parlemen dan persetujuan Menkeu RI agar program masuk dalam APBN. Maka disinilah pintu masuk mengulik tentang akuntabilitas yang menjadi kewajiban setiap kementerian dan lembaga pengguna anggaran. Dalam Doktrin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka Karma disebutkan bahwa salah satu jati diri TNI adalah tentara profesional. Sebagai Tentara Profesional TNI dituntut mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak dan mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas.
Batasan sederhana akuntabilitas adalah tindakan pertanggungjawaban atas hasil yang diperoleh setelah melakukan aktivitas tertentu.
Lalu apa perangkat untuk menilai akuntabilitas satuan operasi maupun satuan-satuan bantuan termasuk jajaran kesehatan TNI. Dalam hal ini masyarakat sebagai pembayar pajak tentu ingin mengetahui keluaran yang dihasilkan bukan hanya output, namun juga outcome. Hasil outcome bersifat jangka panjang berupa dampak; manfaat; harapan perubahan setelah satuan-satuan tersebut dibentuk.
Jajaran Kesehatan TNI memiliki fasilitas kesehatan (faskes) pada berbagai tingkat, dari Balai Pengobatan sampai rumah sakit serta satuan kesehatan yang melekat pada satuan-satuan tempur . Faskes TNI dibentuk untuk mendukung tercapainya tugas pokok TNI. Meskipun demikian sebagai elemen Sistem Kesehatan Nasional, faskes TNI tunduk kepada regulasi nasional mendukung terwujudnya pembangunan kesehatan. Seluruh faskes TNI harus memenuhi syarat akreditasi.
Asesmen akreditasi dilakukan untuk mewujudkan good corporate governance (tata kelola rumah sakit yang baik) dan good clinical governance (tata kelola klinis yang baik). Asesmen akreditasi meliputi seluruh sumber daya rumah sakit termasuk tenaga kesehatan pengawaknya. Hasil asesmen akan menunjukkan kualifikasi sesuai sertifikat kompetensi, surat tanda registrasi dan surat ijin praktek profesi setiap tenaga kesehatan.
Dalam interaksi antara faskes TNI dengan konsumen, dapat muncul keluhan pasien terhadap kualitas pelayanan, terjadi sengketa hukum antara pasien dengan nakes dan manajemen rumah sakit, adanya kasus sentinel, kejadian kematian pasien dan sebagainya. Hal tersebut harus diatasi sebagai bentuk akuntabilitas oleh setiap rumah sakit TNI, dengan tetap mengutamakan menjaga kapabilitasnya mendukung satuan TNI melaksanakan tugas operasi dan latihan militer.
Lalu apakah akuntabilitas dapat diterapkan terhadap satuan operasi? Di jajaran TNI AL, profesionalitas satuan komponen Sistem Senjata Armada Terpadu (Kapal perang, pesawat udara, marinir dan pangkalan) diuji melalui gladi tugas tempur bertingkat dan berlanjut sampai tingkat Latihan Puncak Armada Jaya dan Latihan Gabungan TNI. Tidak terkecuali, satuan kesehatan yang melekat pada komponen SSAT pun harus selalu siap diuji kapabilitasnya.
Output kinerja satuan TNI pada awalnya menjadi konsumsi lingkup internal. Hasil uji gladi tugas tempur dinilai oleh Komando Latih Kotama dan inspektorat bidang operasi dan latihan. Penggunaan anggaran dinilai selain pengawas internal juga oleh BPK RI. Selanjutnya perhatian, apresiasi dan kritik publik; organisasi nonpemerintah dan parlemen terhadap hasil penugasan pun selayaknya mendapat tanggapan TNI sebagai bentuk akuntabilitas.
Masyarakat dapat menilai profesionalitas prajurit TNI dari berbagai even misal kejuaraan terjun payung, lomba menembak internasional, demonstrasi Tim Aerobatik Jupiter TNI AU, berbagai publikasi Latihan Gabungan Bersama Multilateral dan pameran alutsista pada berbagai seremonial. Masyarakat juga langsung mendapat outcome profesionalitas prajurit dan satuan TNI pada operasi bantuan kemanusiaan dan penanganan bencana sebagai bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). TNI dan Polri berperan besar dalam penanggulangan pandemi Covid-19 pada pelaksanaan PPKM dan vaksinasi.
Perbantuan TNI kepada Polri dalam operasi Tinombala membawa hasil tewas dan tertangkapnya pemimpin dan anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Sejumlah kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok MIT telah menimbulkan ketakutan masyarakat di desa-desa di sekitar pegunungan biru yang menjadi basis pergerakan dan persembunyian mereka. Pemerintah Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah menilai operasi Tinombala perlu kembali melibatkan TNI untuk mengatasi kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) <4>.
Menyusul atas keberhasilan operasi Tinombala, maka tidak bisa dihindari bila masyarakat mempertanyakan akuntabilitas atas semua bentuk operasi yang dilakukan TNI di Papua. Hal tersebut terwakili oleh pertanyaan media kepada setiap Panglima TNI yang baru dilantik Presiden, tentang apa pola penanganan untuk mengatasi perlawanan KKB-KST di Papua.
Masyarakat tidak perlu tahu bagaimana TNI meramu operasi tempur, teritorial dan intelejen untuk membuat hilang atau menurunnya hasrat bertempur dan militansi KKB-KST. Tetapi masyarakat dapat ikut mengkalkulasi kerugian prajurit TNI; bhayangkara Polri dan warga sipil yang menjadi korban, senjata dan alutsista yang hilang, sarana prasarana publik yang dihancurkan KKB-KST, kerugian terhentinya pelayanan publik dan pendidikan, dibanding personel KKB yang tewas atau tertangkap.
Penutup
Perbincangan tentang military fashion baret dan lencana brevet prajurit ternyata dapat mengulik hal yang lebih dalam. Bukan sekedar identitas dan kapabilitas individu dan satuan TNI, namun profesionalitas yang menuntut akuntabilitas atas kinerja institusi TNI.
Apapun alasan atau rumitnya variabel daerah operasi penugasan termasuk faktor politik, tetap tidak berlebihan bila masyarakat menginginkan outcome yang lebih baik kepada satuan-satuan operasi TNI sebagai bentuk akuntabilitas TNI. Diantaranya masyarakat tentu berharap masalah separatis di Papua segera tuntas dan pemerintah dapat fokus kepada kegiatan pembangunan (pw).
2 komentar untuk "Brevet Kualifikasi Prajurit, Antara Profesionalitas dan Akuntabilitas "
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat