Mengenal Kehidupan Seminaris (Pendidikan Calon Imam Katolik)

Penulis: Frederikus Suni 



Digital Imaging: Frederikus Suni 



Para Frater (Seminaris SVD) bersama Orang Muda Katolik se-Malang Raya dan Surabaya | Tafenpah.com

Tafenpah.com - Mengenal kehidupan harian Seminaris atau Calon Imam Katolik dapat memberikan insight atau pemahaman baru, apalagi bagi umat Nasrani.



Sebagai umat Nasrani (Katolik), tentu saja sejak kecil, kita sudah mengenal Frater, Bruder, Suster, Diakon, Pastor/Romo, Kardinal, Uskup hingga Paus selaku pemimpin tertinggi Katolik yang tinggal di Vatikan, Roma - Italia.




Namun, pengetahuan itu masih sebatas formalitas saja.





Karena kehidupan Seminaris itu memang unik dan indah.


Dikatakan unik dan indah, lantaran Seminaris itu datang dari berbagai latar belakang keluarga, ras, pendidikan, karakter, dan lain sebagainya.


Keberagaman ini mencerminkan kehidupan Bhineka Tunggal Ika.


Akan tetapi, hidup komunitas tidak lah gampang. Karena banyak pemikiran dan gaya hidup dari setiap Seminaris hingga para Formator atau pendamping.




Meskipun tidak mudah, tetapi segala tantangan itu mampu disatukan dalam semangat pendiri atau founder fathers dari setiap Ordo atau Kongregasi.


Apa itu Ordo dan Kongregasi?


Ordo adalah semangat hidup selibat yang sudah ada sejak zaman sebelum Konsili Vatikan kedua.


Sedangkan, Kongregasi itu muncul atau ada pasca/setelah Konsili Vatikan ke-II yang berlangsung dari tahun 1962 - 1965.



Contoh Ordo adalah Fransiskan, Karmel, Passionis, dsb.


Sedangkan, Kongregasi adalah; Societas Verbi Divini/Serikat Sabda Allah (SVD), SSpS, SSpSAP, dll.


Lalu, bagaimana dengan kehidupan harian Seminaris?

Para Frater Seminari Tinggi SVD Surya Wacana Malang | Tafenpah.com


Sebagai contoh kontekstual, Penulis akan mengisahkan pengalamannya, sewaktu masih berstatus sebagai Seminaris (Frater SVD) Provinsial SVD Jawa.



Tahun 2014, setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Bikomi Utara, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara/TTU, Provinsi Nusa Tenggara Timur/NTT, penulis langsung melanjutkan pendidikan di Postulat Stella Maris Malang, Jawa Timur.



Postulat adalah model pembinaan dasar bagi tamatan SMA di Indonesia yang berniat untuk menjadi Calon Imama Katolik.



Awalnya, sebagai generasi milenial yang sudah terbiasa hidup dengan kebebasannya, penulis merasakan kesulitan untuk hidup berkomunitas.


Pasalnya, nuansa kehidupan komunitas itu benar-benar terasa asing bagiku.


Di mana, mulai dari bangun tidur sampai tidur malam pun, semuanya sudah ada jadwalnya.


Namun, seiring dengan berjalannya waktu, penulis mulai mengikuti ritme kehidupan komunitas.



Karena apa yang tidak penulis dapatkan di luar, semuanya bisa penulis dapatkan di dalam kehidupan membiara.


Di antaranya; hidup lebih teratur, menghargai waktu, kebebasan dalam mengembangkan hobi atau minat di salah satu bidang, kesempatan mengenal kebudayaan lain, mempelajari karakter sesama Seminaris, dan berbagai hal pengembangan diri (Self Improvment).



Insight atau pengalaman baru ini turut membentuk karakter penulis yang dari semula introvet (minder, malu, dan tidak percaya diri) menuju ekstrovert (kebalikan dari introvert).



Ya, meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan kebiasaan introvertku, tapi setidaknya penulis lebih berkembang di bawah bimbingan Pastor dan juga rekan seperjuanganku.



Karena kalau penulis tetap mempertahankan kebiasaan lama (introvert), penulis tidak akan berkembang.


Padahal, salah satu tuntutan kehidupan membiara adalah hidup berkomunitas.



Kehidupan Komunitas Sebagai Fondasi Pengenalan Komunikasi Lintas Budaya


Model pembinaan Serikat Sabda Allah/SVD tidak pernah terlepas dari kebudayaan, selain spirit atau semangat hidup St. Arnoldus Jansen (Pendiri ketiga Kongregasi Misi, SVD, SSpS, dan SSpSAp).



Karena lulusan SVD akan bermisi atau bertugas di benua Eropa, Australia, Afrika, Amerika, dan Asia.


Makanya, sejak pembinaan awal, seorang Seminaris sudah diformat dengan kurikulum Pendidikan Intetnasional.


Di mana, pendidikan holistik atau selalu berakar pada semangat multikultural.


Untuk itu, komunikasi lintas budaya memang memegang peran penting dalam pembinaan Calon Imam SVD di mana pun.



Apakah Kehidupan Seminari Mengekang?


Berdasakan pengalaman penulis selama hampir 7 tahun hidup di dalam Biara (Seminari), sebenarnya tidak mengekang sih.


Karena para formator atau pendamping di komunitas-komunitas Studi SVD (Postulat, Novisiat, dan Seminari Tinggi) sepenuhnya memberikan kebebasan bagi kita, ya layaknya kehidupan umat atau masyarakat pada umumnya.



Bedanya, kehidupan Seminaris tidak sebebas di luar tembok biara.


Karena kita hidup dalam koridor atauran. Aturan dibuat karena ada cita-cita kemajuan dari Kongregasi atau Ordo tertentu.


Meski demikian, setiap akhir pekan, Seminaris diberi ruang untuk mengunjungi kenalan, keluarga, dan siapa pun yang berada di kota Malang dan sekitarnya.


Selain kesempatan untuk memberikan pelayanan di setiap stasi, lingkungan, dan Gereja yang berada di kota Malang, Jawa Timur.



Kehidupan Seksual Seminaris


Salah satu topik terhangat dan terheboh dalam pandangan umat atau masyarakat adalah bagaimana dengan kehidupan seksual Seminaris?


Karena semangat hidup selibat ini tidak diperbolehkan untuk memiliki pasangan/menikah.


Karena kalau Seminaris atau Calon Imam Katolik menikah, maka pelayanan mereka tidak maksimal.


Hal ini juga sudah ada dalam Alkitab. Di mana, ada manusia yang pada kodratnya memang ditakdirkan untuk hidup sendiri.


Demikian pula, ada manusia yang memilih untuk hidup tanpa harus memiliki pasangan dan dia harus menanggung konsekuensinya.


Karena hidup adalah pilihan.



Menariknya, berbicara tentang Seksualitas itu tidak tabu di dalam Seminari.


Karena kita pun hidup dari Seksulitas tersebut. Makanya, di dalam pendidikan Seminaris, ada materi atau pun workshop seputar Seksualitas.


Entah di dalam setiap Ordo atau Kongregasi hingga di Perguruan Tinggi/Universitas.


Semua ini bertujuan untuk melatih kepekaan Seminaris. Karena mereka akan hidup di tengah masyarakat atau umat yang beragam.


Intisari dari tulisan ini adalah kehidupan Seminaris sangat indah dan unik. Karena ada hal-hal positif yang turut membentuk karakter kita dalam memaknai semangat pencarian jati diri, di tengah kehidupan sosial.


Selain, pemahaman yang cukup tentang pentingnya menghargai proses dan semangat menjalani spirit dari setiap Ordo dan Kongregasi, demi pelayanan kemanusiaan di lingkungkan maupun negara di mana Seminaris bertugas.


Entah bertugas sebagaj kaum awam maupun sebagai Biarawan/Biarawati.



Instagram: @Fredy_Suni18 dan @Tafenpah.com


















Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Mengenal Kehidupan Seminaris (Pendidikan Calon Imam Katolik)"