Pendidikan Indonesia Menjebak Mahasiswa untuk Berutang, Dampaknya Korupsi Makin Subur di Lingkungan Kerja

Penulis: Frederikus Suni 
Ilustrasi mahasiswa dari PalapaNews
Tafenpah.com - Mahalnya biaya pendidikan di berbagai Universitas yang ada di Indonesia, terkadang menjebak mahasiswa untuk berutang, demi menyelesaikan pendidikannya. Akibatnya, di lingkungan kerja, entah sadar ataupun tidak, banyak lulusan dari Perguruan Tinggi di negeri ini yang berorientasi pada tindak pidana korupsi.

Senada dengan apa yang dikatakan oleh Dede Yusuf Macan Effendi, selaku Wakil Ketua Komisi X DPR RI, yakni: Jangan sampai pendidikan malah menjebak (mahasiswa) untuk berutang.

Hal ini disampaikan Dede Yusuf di hadapan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Nusantara I, DPRI RI, Senayan, Kamis, 16 Mei 2024.

Problematika mahasiswa berutang untuk melunasi administrasi perkuliahannya, bukanlah hal baru di negeri ini.

Akibatnya, bangsa Indonesia selalu berurusan dengan korupsi yang meraja lelah.

Ya, karena dari lembaga pendidikan yang orientasinya pada pendidikan moral dan etika sudah cacat.

Artinya, akar dari korupsi yang berkembang di Indonesia, selain dari pribadi yang bersangkutan, faktor utama yang tak bisa disepelekan adalah dunia pendidikan.

Beruntung dari kasus protesnya Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Maulana Ihsan kepada pihak kampus terkait dengan kenaikan beban Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga 500 persen, Komisi X DPR RI pun berani dan tegas mengambil sikap tegas kepada Kemendikbudristek untuk mengkaji ulang Permendikbud.

Bukan hanya itu saja, Komisi X DPR RI membentuk 'Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan.

Panja ini berupaya mendesak serta mengawasi pemerintah untuk menyelesaikan isu pembiayaan pendidikan.

Lebih jauhnya, Panja akan memanggil sejumlah pihak untuk menggali akar masalah. 

Bagi Dede upayanya sangat lah penting untuk menemukan titik temu dan rekomendasi yang mujarab.

Pembaca tafenpah dapat membayangkan reaksi dan psikoemosionalnya mahasiswa dan orang tua, ketika anaknya berutang untuk melanjutkan hingga menyelesaikan pendidikannya?

Padahal dalam asas keadilan dalam pembiayaan pendidikan, negara telah mengamanatkan akses pendidikan harus bisa diperoleh setiap warga negara Indonesia.

Faktanya, hingga hari ini, negara kita, terutama warganya mayoritas belum menyelesaikan pendidikan di berbagai universitas, karena kendala pembiayaan.

Pendidikan tinggi hanyalah milik mereka yang mempunyai pendapatan lebih dari cukup.

Tentunya itu tidak salah dan benar adanya. Persoalannya negara lah yang bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan gratis bagi warganya hingga perguruan tinggi, asalnya para pejabat tidak korupsi.

Sedangkan jutaan anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, tetap menggenggam mimpinya dan terus bermimpi untuk melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi, namun tak kunjung kesampaian.

Lantas, bagaimana negara kita mau menghadapi bonus demografi 2030? Toh, pendidikan saja biayanya mahal, belum lagi korupsi pengusaha, politikus dan tokoh penting di negeri ini, setiap hari tersenyum menghiasi berbagai latar kaca televisi.

Anehnya, berita korupsi terbilang seksi di mata pemburu berita, lalu masalah-masakah kesehatan, sosial, isu ketidaksetaraan gender, diskriminasi, agama dan lain sebagainya hanya numpang lewat.

Kembali lagi dengan pernyataan Dede Yusuf Macan Effendi, jangan sampai pendidikan malah menjebak mahasiswa untuk berutang dan berakhir pada korupsi di dunia kerja.

Memang, apa yang dialami oleh Maulana Ihsan mahasiswa Prodi Peternakan Universitas Jenderal Soedirman adalah bagian dari representasi atau perwakilan ratusan juta mahasiswa di Indonesia yang sedang mengalami masala pembiayaan pendidikan.

Harapannya, dengan adanya Panitia Kerja dari Komisi X DPR RI, dapat mengkaji ulang Permendikbud dan lebih memprioritaskan pendidikan generasi muda Indonesia, untuk mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif.

Bukannya generasi muda Indonesia mengisi kemerdekaan dengan korupsi dan saling membenci antar satu dan lainnya.

Oleh karena itu, sekiranya dunia pendidikan, terutama pembiayaan pendidikan lebih manusia dan dapat disesuaikan dengan status dan golongan mahasiswa.


Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Pendidikan Indonesia Menjebak Mahasiswa untuk Berutang, Dampaknya Korupsi Makin Subur di Lingkungan Kerja"