Pendidikan Seminari Katolik, Bukan Sebatas Transmisikan Tradisi Kekristenan, Tapi Soal Leadership Universal, Relevansinya untuk Kemajuan Bangsa Indonesia
Penulis: Frederikus Suni
Pendidikan Seminari Katolik, Bukan Sebatas Transmisikan Tradisi Kekristenan, Tapi Soal Leadership Universal, Relevansinya untuk Kemajuan Bangsa Indonesia. Sumber gambar Instagram @seminarisvdmalang |
Tafenpah.com - Pendidikan yang berbasiskan pada tradisi atau kebudayaan institusi, ideologi dan komunitas keagamaan yang ada di dunia, khususnya Indonesia merupakan bagian dari pembentukan karakter seseorang dalam memberikan kontribusi nyata bagi bangsa dan negaranya.
Terlepas dari beragam pendidikan keagamaan di wilayah NKRI, dalam konteks ini, izinkan saya untuk memberikan lanskap atau sorotan/potretan seputar pendidikan seminari Katolik di Indonesia.
Indonesia adalah negara besar dengan segala kekayaan alam, budaya dan manusianya. Menariknya, dari sekian banyaknya instrumen tersebut, pendidikan Seminari atau calon pewarta/calon imam/pastor/romo Katolik beserta biarawatinya (suster), juga membantu kemajuan sumber daya manusia Indonesia.
Sejak era pergolakan atau pendudukan bangsa-bangsa asing di tanah air, khususnya Belanda dan Portugal, maka sejak saat itulah, pendidikan Seminari Katolik menyejarah atau menanjapkan kakinya di bumi nusantara.
Demikian pula, dengan pendidikan keagamaan lainnya. Hal ini tidak menafikan, bahwasannya bangsa Indonesia murni mendirikan atau mencetuskan pendidikan yang berkonsepkan pada leadership.
Melainkan sumber daya manusia Indonesia itu merupakan hasil asimilasi atau percampuran/pernikahan silang dari lintas kebudayaan, lintas ras, lintas ideologi, lintas bangsa dan negara, dan lain sebagainya.
Lanskap atau potretan tersebut, merepresentasikan betapa kayanya model pendidikan di bangsa kita tercinta hingga saat ini dan nanti.
Itulah pengaruh positif dari pendudukan bangsa asing di tanah air tercinta.
Seminari Katolik, Bukan Sebatas Transmisikan Tradisi Kekristenan
Umumnya, pendidikan seminari Katolik sebagai bagian dari kelanjutan spiritual Allah TriTunggal yang direalisasikan oleh Yesus Kristus.
Tradisi kekristenan ini sudah ada sejak abad ke-4 SM atau era kelahiran Yesus Kristus (dalam tradisi kita menyebutnya tahun 1 M) di Betlehem, tepi Barat atau yang saat ini adalah Palestina.
Lalu, tradisi kekristenan mulai berkembang ke Eropa di abad pertengahan, seiring dengan kekuatan atau pengaruh kekaisaran Romawi, selain diaspora Yahuni ke tanah Eropa.
Meskipun demikian, saat ini pendidikan seminari atau calon imam Katolik yang tersebar di Indonesia, sejatinya sudah disesuaikan dengan konsep pendidikan dalam negeri.
Artinya model pendidikan seminari Katolik merupakan hasil elaborasi dari tradisi kekristenan di Indonesia dan juga sistem pendidikan nasional.
Reaktulisasi Pancasila yang tersaji dalam pembinaan imam Katolik ini juga bervisikan output atau lulusan yang nantinya memiliki kecintaan terhadap spiritualitas dari setiap pendiri kongregasi ataupun ordo, cinta tanah air, cinta sesama, cinta alam, cinta kemanusiaan, cinta alam beserta ciptaan-Nya (Justice, Peace and Integrity of Creation/JPIC,
Pendidikan Seminari Katolik Juga Dilandaskan Pada Leadership
Tak bisa dibantah lagi, bahwasaannya karakter pendidikan yang ada di dalam institusi Kekristenan, khususnya Katolik selalu dimodifikasi sedemikian menarik, estetik, dan selalu berorientasi pada karakter kepemimpinan lulusannya dalam karya pelayanannya di tengah kemajemukan.
Karena bagaimana pun juga, sumber daya manusia dari institusi Katolik juga merupakan bagian integral NKRI.
Saya pun tidak mengetahuinya dengan pasti, hingga hari ini, entah berapa lulusan ataupun jebolan dari Seminari Katolik yang sudah berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia tercinta.
Namun, pastinya dengan keyakinan akan penyelenggaraan Yesus Kristus, pemimpin-pemimpin Katolik juga sudah mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia.
Karena perjuangan dan juga kontribusi dari pemimpin Katolik di Indonesia sudah menyasar di berbagai bidang kehidupan.
Meskipun demikian, karakter kepemimpinan mereka tidak hanya berorietasi pada kemajuan tradisi Katolik di Indonesia, melainkan mereka memimpin sesuai dengan nilai-nilai universal.
Sebagai contoh nyata, Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ adalah seorang imam Katolik, pengajar filsafat, dan juga penulis. Magnis merupakan anggota Serikat Yesus. Ia mulai berkarya di Indonesia sejak 1961 sebagai seorang misionaris. Pada tahun 1977, ia menjadi warganegara Indonesia.
Romo Magnis bukan hanya seorang Imam Katolik, tetapi ia juga sebagai ahli filsafat, ahli kebudayaan Jawa, ahli etika dan moral dan lain sebagainya.
Romo Magnis juga merupakan satu dari sekian juta imam Katolik yang ada di Indonesia yang selalu menyuarakan aspirasi kaum marginal, meskipun konsekuensinya adalah kerap kali ia selalu dihina, dicacimaki dan diserang habis-habisan oleh oknum atau pihak tertentu.
Namun, sebagai pengikut setia Yesus Kristus, memaafkan lebih penting, ketimbang membalas orang yang membenci pada diri kita sendiri.
Manivestasi cinta Yesus Kristus ini juga terjawantahkan dalam merangkul dan mencintai diri sendiri, orang lain termasuk kebudayaannya.
Demikian ulasan singkat dari admin Tafenpah.com pada kesempatan ini. Silakan tinggalkan komentar/sanggahan/kritik dan saran demi memperkaya tulisan sederhana ini.
Ikutin juga kami di sosial media:
Youtube : Tafenpah Group
TikTok : @tafenpah.com
Instagram: @suni_fredy
Posting Komentar untuk "Pendidikan Seminari Katolik, Bukan Sebatas Transmisikan Tradisi Kekristenan, Tapi Soal Leadership Universal, Relevansinya untuk Kemajuan Bangsa Indonesia"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat