Pancasila Sebagai Etika dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara - Universitas Siber Asia

Penulis: Frederikus Suni 

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia. Tafenpah.com

Tafenpah.com - Pancasila selain sebagai sumber hukum dari segala hukum yang berlaku di Indonesia, Pancasila juga memuat panduan etika dan moral kehidupan masyarakat tanah air dalam menjalin Kerjasama, berkomunikasi, bersosialisasi, bertindak dan berperilaku

Tindakan dan perilaku setiap warga negara Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai yang berlaku di dalam sistem demokrasi. 

Demokrasi telah melahirkan beragam perspektif hingga opini dari setiap orang. Untuk 
menyatukan keragaman perspektif dan opini, maka setiap warga negara harus tunduk pada nilai-nilai universal. 

Nilai-nilai universal meliputi: ramah tamah (hospitality), sopan santun, senyum, sapa, salam dan pastinya setiap orang harus menghormati aturan yang telah berlaku di dalam komunitas. 

Komunitas kecil biasanya tercipta melalui interaksi antara orang tua dan anak, lalu interaksi tersebut perlahan menyebar ke tetangga, lingkungan sekolah, hingga skala terbesarnya adalah bangsa dan negara. 

Saya percaya bahwasannya setiap bangsa yang berada di dunia ini, pastinya memiliki tata cara 
atau semacam perangkat pemersatu. 

Perangkat atau alat pemersatu tersebut juga merupakan bagian dari simbol kenegaraan. Sebagai bangsa Indonesia, kita pun bangga dan mensyukuri kehadiran Pancasila. 

Karena dalam Pancasila, segala perbedaan pada akhirnya menjadi satu kesatuan. Integrasi atau penyatuan perbedaan warga Indonesia mencerminkan etika bangsa. 

Inilah kekuatan bangsa Indonesia yang sudah ada sejak pendiri bangsa ini berjuang melawan 
penjajah.  

Pengorbanan mereka dalam menyatukan keberagaman budaya, bahasa, suku, ideologi, agama, politik dan dimensi kehidupan lainnya, jangan sampai kita menyia-nyikannya dengan tindakan kita yang kurang etis dan sopan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 

Oleh karena itu, saya akan memberikan satu hipotesa atau kesimpulan sementara, yakni: 
Pancasila sebagai etika karena memuat nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia dengan segala perbedaannya.  

Perbedaan-perbedaan tersebut bukanlah hal yang perlu kita takuti! Melainkan dalam etika, kita akan terus saling menghargai, menghormati serta bertindak dan berperilaku, sebagaimana yang telah diajarkan oleh pendiri bangsa ini dalam merebut kemerdekaan. 

B. Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Etika di Era Globalisasi 

Sebagai diaspora atau perantau, yang berasal dari salah satu kota perbatasan Indonesia dan Timor Leste, tepatnya kota Kefamenanu (kabupaten Timor Tengah Utara) provinsi Nusa Tenggara Timur, saya telah mengalami banyak problematika dalam memaknai Pancasila sebagai sistem etika, khususnya di abad ke_21 ini. 

Menelisik sekaligus menganalisa tantangan Pancasila sebagai sistem etika, pertama-tama 
disebabkan oleh adanya tendensi atau kecenderungan para elit politik, akademisi serta berbagai profesi dalam menampilkan panggung sandiwara di ruang publik. 

Ruang publik di era globalisasi ini telah menjadi satu-satunya panggung teater terbesar dalam 
memperagakan tipu muslihat, demi mencapi apa yang mereka inginkan, entah kekuasaan dan ketenaran di bidang Eksekutif, Legislatif hingga Yudikatif. 

Kedua: Kebebasan berpendapat dan masifnya penggunaan media sosial masyarakat Indonesia di revolusi industri 4.0 yang kini sedang beralih ke era society atau era keterhubungan masyarakat dunia di bawah kendali internet (revolusi industri 5.0). 

Fase perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, secara tak sadar ikut memberikan tantangan yang sangat serius bagi setiap orang dalam mengaplikasikan Pancasila sebagai sistem etika. 

Karena kebebasan berpendapat dan juga masifnya penggunaan media sosial di kalangan 
masyarakat Indonesia, ikut menciptakan beragam opini negatif. 

Persoalan terbesarnya adalah para pemimpin yang sejatinya adalah sosok panutan bangsa ini, justru terjebak dalam arus perang opini yang bertebaran di jagad media sosial. 

Akibatnya budaya saling menghargai dan ruang privasi antar warga, perlahan terbuka dan 
bermuara pada perpecahan. 

C. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika bagi Bangsa dan Negara Indonesia 

Sebagaimana yang saya katakana di atas, bahwasanya di tengah peperangan opini publik, 
terutama yang disebabkan oleh ambisi para elit parpol hingga akademisi dalam mencapai apa 
yang mereka inginkan, sejatinya akan terus bertumbuh dan berkembang, jika tidak adanya upaya control dari instrumen-instrumen negara. 
Salah satu intrumen negara yang tepat dalam mengendalikan perpecahan warga di tengah 
maraknya perang opini antar pemimpin bangsa adalah kembali pada Pancasila. 

Dalam konteks ini adalah setiap warga Indonesia wajib memaknai sekaligus menjalankan fungsi Pancasila sebagai sistem Etika. 

Merujuk pada filsuf Aristoles, terutama Etica Nicomachean-nya yakni: pencarian tertinggi dan terakhir dari manusia adalah kebahagiaan. 
Lantas kebahagiaan seperti apakah yang sedang didambakan warga Indonesia? 

Pandangan saya adalah warga Indonesia saat ini mendambakan ketenangan dalam menjalani 
kehidupan harian, di tengah kebergaman. 


Menjadi tenang bukan berari setiap warga harus menaati norma dan etika yang terdapat dalam 
setiap keluarga, lingkungan hingga negara. 
Melainkan ketenangan yang dimaksudkan oleh saya adalah ketenangan yang benar-benar 
bersumber dari kesadaran diri setiap warga Indonesia. 

Sebagaimana yang Aristoteles katakan, bahwasannya orang menjadi bahagia dan senang, bukan pula ia harus masuk ke salah satu perguruan tinggi, lembaga partai, instansi negara, dan ketika pribadi tersebut mendapatkan semua keinginannya, ia pun merasa bahagia. 

Melainkan kebahagiaan dalam ajaran Aristoles adalah kebahagiaan yang datang dari dalam 
setiap diri setiap orang. 

Begitu pun dengan urgensi Pancasila sebagai sistem etika dalam kehidupan berbangsa dan 
bernegara Indonesia. 

D. Hubungan Etika dan Tingkat Tindak Korupsi di Indonesa 

Common Sense atau akal sehat warga Indonesia, khususnya yang hobinya mencuci uang negara, alias korupsi benar-benar telah mati!. 

Bagaimana tidak, mayoritas pemimpin lintas instansi di negara ini yang telah melakukan 
tindakan korupsi adalah pribadi-pribadi yang berpendidikan tinggi. 

Sejatinya dengan latar belakang sumber daya manusia yang handal, mereka harusnya 
memberikan teladan yang baik bagi generasi muda Indonesia dalam bertindak. 

Tindakan korupsi dari oknum-oknum yang biasanya tebar pesona di depan layar kaca televisi ini, menjadi ancaman serius bagi Pancasila. Dalam konteks ini adalah Pancasila sebagai sistem etika.  

Relasi atau hubungan etika dan tingkat tindakan korupsi di Indonesia, tentunya sangat bertolak 
belakang. 

Karena etika telah mengajarkan setiap warga negara Indonesia untuk menjalani kehidupan, 
sebagaiman panduan atau pedoman Pancasila sebagai sistem etika bangsa, yakni; bertindak dan berperilaku yang baik. 

Sedangkan tingkat tindakan korupsi dari segelintir pemimpin Indonesia, benar-benar menodai hakikat Pancasila sebagai etika bangsa. 


Untuk itu, saya mengambil kesimpulan bahwasannya pada dasarnya setiap orang ingin menjalani hidup sesuai dengan pedoman yang berlaku di dalam kelompok bermasyarakat. Namun, karena ketidakpuasaan dan kecenderungan untuk terkenal sekaligus cepat kayalah yang mendorong tingginya tingkat tindakan korupsi di bangsa ini. 

Oleh karena itu, di sini, tidak ada hubungannya etika dengan tingkat tindakan korupsi. Korupsi 
adalah bagian dari matinya common sense atau akal sehat dari mereka yang memiliki kebiasaan 
korupsi uang negara. 

2. A. Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia Indonesia adalah negara besar dengan segala kekayaan sumber daya alam, budaya dan 
manusianya.  

Kekayaan-kekayaan tersebut, selain sebagai asset negara, juga menjadi ancaman serius bagi ketahanan Wilayah Kesatuan Republik Indonesia. 

Untuk itu, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia adalah harga mati yang harusnya dijiwai oleh setiap warga. 

Karena hanya dengan rasa persatuan, sampai kapan pun wilayah NKRI tetap menjadi satu 
kesatuan.

Sebagai warga Indonesia, kita harus bersyukur dengan Pancasila. Karena dalam Pancasila, segala perbedaan hingga kebebasan setiap warga negara dilindungi oleh negara. 

B. Kondisi Sosial Budaya, Geografis dan Demografi Bangsa Indonesia 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia terus mengalami 
pertambahan setiap tahun. Di pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk Indonesia mencapai  278,69 Juta jiwa. 

Bila dikaji dari data tersebut, saya dapat mengatakan bahwasannya kehidupan sosial budaya Indonesia juga turut mempengaruhi pertambahan penduduk Indonesia. 


Bagaimana tidak, setiap kebudayaan yang berada di tanah air, pastinya memiliki tradisi untuk melanjutkan keturunan. 

Karena keturunan merupakan salah satu aset untuk tetap merawat atau melestarikan sukuisme dari wilayah tertentu. 

Jikapun Sebagian orang memilih untuk menyendiri, dalam perspektif masuk menjadi Seminaris (calon Imam Katolik, seperti: Frater, Bruder, Suster, Pastor) hingga para Biksu dll, itu pun berdasarkan pilihan sendiri. 

Namun, pada intinya, keberagaman budaya nusantara merupakan salah satu faktor pertambahan penduduk Indonesia. 

Selain itu, kita juga akan melihat bagaimana pengaruh dari aspek geografis. Di mana, Indonesia hampir Sebagian besar wilayahnya adalah lautan. 

Luasnya samudera lautan yang berada di bumi nusantara, juga ditopang dengan keberadaaan 
Indonesia di antara dua benua, yakni: Asia dan Australia serta dua samudera yakni: Samudera 
Hindia dan Pasifik. 

Seksinya keberadaan Indonesia di dua benua dan dua samudera turut andil dalam keberagam 
budaya. Dalam budaya ada etika dan moral yang ditetapkan bersama sebagai panduan untuk 
mencapai kehidupan yang harmonis dan nyaman. 

Kenyaman hidup antar warga juga merepresentasikan Pancasila sebagai sistem Etika. 

Untuk mengeksplor lebih jauh lagi mengenai kedua subtema di atas, yakni kehidupan sosil 
budaya dan geografis, di tahap ketiga kita juga akan melihat betapa pentingnya aspek demografi Indonesia. 

Apa itu demografi? Sederhananya adalah disiplin ilmu yang memfokuskan pada pembahasan mengenai karakteristik manusia, dalam hal ini kita semua yang berada di wilayah NKRI. 

Jelang kemerdekaan Indonesia yang ke-79, saya kembali menyajikan perspektif mengenai 
pengklasifikasian karakteristik manusia Indonesia berdasarkan budaya dan geografis. 
Mengapa saya dapat melakukan hal demikian? Karena untuk mendekatkan kita pada pemahaman yang lebih jauh mengenai Pancasila sebagai sistem Etika, terutama dalam Ujian Akhir Semester mata kuliah Pancasila, Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia, memahami kehidupan etika mahasiswa Universitas Siber Asia merupakan salah satu minat yang saya miliki. 

Untuk itu, berdasarkan gambaran besarnya, mengklasifikasikan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia berdasarkan minat, latar belakang, usia hingga kepercayaan, tentunya kita akan menemukan Mutiara-mutiara yang tersembunyi di wilayah NKRI tercinta ini. 
Bagaimana tidak, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia dating dari beragam latar 
belakang hingga tingkat usianya. 

Perbedaaan tersebut menjadi salah satu kekuatan yang dimiliki oleh Universitas Siber Asia. 

Karena dalam perbedaan, ada kekayaan karakter, cara pandang, dan berbagai faktor kehidupan lainnya. 

Potretan tersebut, merepresentasikan betapa kayanya aspek demografi Indonesia, terutama di kalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia. 

C. Upaya Penanganan Konflik SARA 

Menakar sistuasi kehidupan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan yang belakangan ini terjadi di Indonesia, saya dengan berat hati mengatakan, bangs aini sedang tidak baik-baik saja. 

Bagaimana tidak, sejak kita masuk TK hingga Perguruan Tinggi dan kontekstualnya dalam 
menjalin kehidupan praktis dengan sesama warga Indonesia, terkadang kita melihat ada beberapa oknum yang terus menyebarkan kampanye atau propaganda, dengan tujuan untuk saling memecahbelah persatuan bangsa. 
Pancasila sebagai sistem etika, sejatinya menjadi salah satu pedoman yang perlu kita hayati sekaligus menjalaninya/mengaplikasikan dalam kehidupan harian bersama dengan sesama yang berbeda dengan kita. 

Merujuk pada salah satu mata kuliah yang saya ikutin, terutama sejak mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang tahun 2017 silam, yakni: Filsafat Nusantara. 

Terlepas dari dinamika berjalannya proses perkuliahan di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang, saya menemukan satu pilar penting dalam memaknai empati dan simpati, dalam konteks filsafat Liyan. 

Filsafat Liyan merupakan salah satu disiplin ilmu yang mengajarkan kita untuk menghayati 
sekaligus berempati dengan siapa pun yang berada di dekat kita hingga dalam skala nasional maupun global, yakni: ikut merasakan apa yang dirasakan oleh seseorang dalam kehidupannya. 

Kembali pada problematika SARA yang terjadi di bangsa Indonesia, saya melihatnya sebagai 
sesuatu yang kurang etis dan sopan. 

Karena pihak-pihak penyebar hoax seputra SARA, sejatinya adalah pribadi yang sangat 
berintelektual hingga agamais. 

Mirisnya tingkat keagamaan hingga pendidikannya tidak pernah menyentuh nilai-nilai universal. 

Makanya, segala akal budi mereka diabsenkan bahkan mereka sama sekali tidak 
menggunakannya, sebagaimana yang telah Tuhan berikan kepada ciptaan_Nya. 

Untuk itu, konflik SARA di Indonesia, sama seperti bangsa yang tidak memiliki etika dan moral. 

Terutama pribadi yang telah berusaha untuk memecahbelah bangsa. 

Sebagai upaya konkret dari kita bangsa Indonesia untuk menangani konflik SARA adalah setiap orang wajib memperdalam bidang keagamaannya, kembali pada akar atau ajaran kebudayaan di mana ia lahir dan dibesarkan, hingga mengaplikasi Pancasila sebagai sistem etika. 

Karena dalam etika dan moral, orang tahu mana hal yang perlu ia lakukan dan mana saja hal 
yang ia tidak harus lakukan. 

3. A. Reaktualisasi Nilai-Nilai Pancasila di Era Globalisasi 

Reaktualisasi nilai-nilai Pancasila di era globalisasi ini terus mengalami peningkatan. Karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Masifnya perkembangan IPTEK, juga turut andil dalam pemerataan informasi yang bertujuan 
untuk menghadirkan kesejukan hidup bagi warga Indonesia. 

Dewasa ini, setiap orang bebas mengekspresikan pendapatnya di ruang publik, dengan memanfaatkan media sosial. 

Media sosial selain sebagai sarana untuk menjalin persaudaraan di dunia maya, juga menjadi medium bagi penyebaran nilai-nilai Pancasila. 

Beragam hastag #PancasilaHargaMati dan sejenisnya terus bertambah seiring pergantian detik, menit, jam, bulan hingga tahun. 
Semuanya itu bertujuan untuk menciptakan iklim kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai 
Pancasila. 

Kelima Sila Pancasila telah menjadi hukum dari segala hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk 
itu, setiap tindakan harus berlandasakan pada kelima sila tersebut. 

Meskipun ada segelintir orang yang berusaha untuk menciptakan kegaduhan, dengan motif untuk mencapai tujuan kelompoknya. Namun, mayoritas penduduk Indonesia dengan tingkat sumber daya manusianya yang makin berkembang dan lebih eksklusif, dapat memilah dan mencerna informasi yang terus menyebar di tengah hirup pikuk kehidupan warga Indonesia. 

Kelompok masyarakat semacam itulah yang seharusnya makin bertambah di bumi nusantara. 

Karena kehadiran mereka sangat membantu kemudahan reaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan harian masyarakat tanah air. 
Menjelang Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-79 tahun 2024 ini, saya kembali mengajak siapa saja yang akan membaca tulisan ini untuk terus menyebarkan nilai-nilai Pancasila, tanpa mengenal lelah. 

Karena tindakan Anda sekalian turut andil dalam pemerataan informasi positif, terlebih 
reaktulisasi nilai-nilai Pancasila di abad ke-21 ini. 

B. Pentingnya Reaktualisasi Nilai-Nilai Pancasila 

Perihal penting dan tidaknya reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, berdasarkan pandangan saya, 
saya akan mengatakan bahwasannya setiap warga Indonesia harusnya memaknai nilai-nilai 
Pancasila sebagai pedoman hidup bersama. 
Karena hanya dengan kacamata reflektiflah yang akan membawa setiap orang dalam memaknai pentingnya reaktualisasi nilai-nilai Pancasila. 


Pentingnya reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, tidak sekadar slogan atau ajakan pemanis, seperti yang biasanya kita saksikan di setiap Baliho atau poster kandidat calon legislative, jelang Pilkada. 

Melainkan aplikasi nyata dari reaktualisasi nilai-nilai Pancasila itu pertama-tama harus keluar 
dari diri sendiri. 

Mendisiplinkan diri untuk mencintai dan menghidupi nilai-nilai Pancasila akan terus berlanjut, ketika kita berada di lingkungan mana pun. 

Oleh karena itu, di abad ke-21 ini yang merupakan zamannya kebebasan ekspresi diri setiap orang, harusnya diimbangi dengan nilai-nilai Pancasila. 

Agar cita-cita bangsa kita terwujud, terlebih menikmati setiap momen bersama orang-orang yang kita cinta, relasi persahabatan, rekan kerja, rekan angkatan, dan berbagai level kelompok 
pergaulan manusia 

C. Reaktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dari Perspektif Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia 

Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia, saya melihat sekaligus 
menganalisasi roda kehidupan sosila, budaya, religi, ekonomi, politik, karir hingga urusan 
pribadi lainnya dalam perspektif nilai-nilai Pancasila. 

Keberagaman mahasiswa Universitas Siber Asia merepresentasikan kekayaan sumber daya 
manusia Indonesia yang sangat peduli pada reaktulisasi nilai-nilai Pancasila. 

Kontekstualnya adalah beberapa bulan yang lalu, saya bersama dengan beberapa rekan 
mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia mengadakan reuni. 

Dalam reuni tersebut, kami juga baru saling mengenal satu dan lainnya. Hingga pada satu 
momen, salah satu dari kami melontarkan pertanyaan universal yakni: 

“Guys bagaimana upaya nyata dari kita sebagai mahasiswa Universitas Siber Asia dalam 
memaknai setiap momen kebersamaan ini?” 

Dalam keadaan tersebut, kami semua mendadak diam membisu. Di antara dilemma jawaban, akhirnya kami sepakat bahwasannya tidak ada kata lain selain terus menjalani kehidupan, sebagaimana yang kita dapatkan dari lingkungan keluarga. 

Karena dalam lingkungan keluarga, kami semua sudah dilatih dan dididik untuk saling menghargai dan menghormati serta menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. 
Begitupun konsep pemikiaran tersebut berlaku bagi siapa saja yang akan membaca tulisan ringan ini. 

Lebih jauhnya, tidak dapat dipungkiri lagi, bahwasannya mereaktualisasikan nila-nilai Pancasila, sejatinya terbilang susah-susah gampang. 

Karena berdasarkan tingkat perspektif, karakter hingga latar belakang keluarga, wilayah, 
demografi dan faktor lainnya. kita semua sudah terbiasa dengan cara pandang dari man kita 
berasal. 

Makanya, terkadang kita akan mengalami distorsi atau semacam gangguan pemahaman dalam menjalani kehidupan bersama. 

Walaupun begitu, sebagai calon pemimpin masa depan Indonesia, kami dari mahasiswa Ilmu 
Komunikasi Universitas Siber Asia berkomitmen untuk menjalani sekaligus menghayati nilai-
nilai Pancasila di mana pun. 

Karena dengan upaya sederhana itulah kami juga ikut memberikan perubahan bagi diri kami 
sendiri, lingkungan, alam hingga Tuhan yang kami Imani. 

4. A. Mengapa Pancasila Sebagai Sistem Filsafat 

Karena Pancasila merupakan simbol kenegaraan. Di balik simbol tersebut, ada pemikiran yang terkonseptualisasi dalam permenungan selama beberapa tahun, mulai dari zaman kerajaan, kedatangan bangsa asing, meningkatnya ketegangan antar warga lokal dengan bangsa asing, meletusnya peperangan, hadirnya perundingan di berbagai level kelompok hingga bangsa Indonesia memperolehkemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. 

Pengalaman hidup tersebut, juga menghadirkan falsafat atau kerangka berpikir filosofi di tengah 
derasnya kehidupan di abad ke-21 ini. 

Era keterbukaan sekaligus keterhubungan manusia dengan sistem jaringan internet, secara tidak sadar telah memberikan beragam pilihan hidup bagi setiap orang dalam memaknai Pancasila 
sebagai sistem Filsafat. 

Pancasila sebagai sistem filsafat juga memuat beragam kisah kehidupan remeh-temeh dari 
masyarakay Indonesia.
 
Rajutan kisah tersebut, pada akhirnya bertujuan untuk memberikan pegangan hidup bagi warga 
Indonesia dalam menjalani relasi persahabatan dengan negara lainnya. 

Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem Filsafat juga memegang kunci penting dalam 
pembawaan diri setiap warga Indonesia di mana pun. 

Berpikir, bertindak dan berperilaku sesuai dengan pandangan bangsa Indonesia yang selalu bersedia menjadi bangsa pemersatu kehidupan warga dunia, juga merupakan falsafat hidup. 
Berfilsafat sama halnya dengan melihat kehidupan harian bersama nilai-nilai Pancasila, dalam konsep ini adalah pandangan hidup bangsa Indonesia. 

B. Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat 

Salah satu tantangan Pancasila sebagai sistem Filsafat adalah terbatasnya akses masyarakat 
terhadap pendidikan yang berbasiskan pada nilai-nilai universal. 

Kontekstualnya adalah bidang filsafat sepenuhnya belum mendapatkan tempat di hati masyarakat Indonesia. 

Karena beragam asumsi dan persepsi yang mengatakan bahwasannya bidang filsafat merupakan kajian yang sama sekali tidak pernah menyentuh bumi.  

Perlahan tapi pasti, persepsi tersebut terintegrasi dalam pemahaman masyarakat Indonesia terhadap eksistensi atau keberadaan ilmu Filsafat. 

Padahal sejatinya, filsafat mengajarkan kita tentang pertanyaan-pertanyaan terbesar manusia setiap hari. 

Dalam pertanyaan tersebut, kita pun diajak untuk merefleksikan betapa pentingnya nafas 
kehidupan ini. Selain mensyukuri kehadiran sesama dalam kehidupan kita. 


Beranjak dari pandangann tersebut, saya akan membawa kita untuk melihat sekaligus 
merefleksikan kekayaan ideologi yang ada di Indonesia. 

Di mana, setiap aspek kehidupan memiliki filosofinya tersendiri. Untuk itu, upaya penyatuan Pancasila sebagai sistem filsafat pun mengalami tantangan. 

Kedua; Minimnya perspektif kiri atau pemikiran kritis dari warga Indonesia. 

Sadar ataupun tidak, kita sebenarnya berada dalam fase kemunduran dalam menghayati 
Pancasila sebagai sistem filsafat. 

Karena adanya tendensi atau kecenderungan opini,gagasan, ideologi, pandangan hidup dari 
sebagain warga Indonesia dalam menafikan keberadaan Pancasila. 

Pancasila bagi segelintir orang merupakan tembok penghalang untuk mencapai ajaran atau pengaruh ideologi. Namun, mayoritas warga Indonesia akan setuju, bahwasannya Pancasila 
adalah sesuatu yang sangat berharga dan bernilai paten dalam mengatur jalannya kehidupan. 

Menjalani kehidupan tanpa merefleksikannya, sama saja kita menjalani kehidupan yang tidak 
layak. Kelayakan hidup itu ada, apabila tumbuhnya kesadaran diri dari kita untuk mengaplikasi Pancasila. 

Mengaplikasi nilai-nilai Pancasila sama halnya kita memegang teguh prinsip hidup. Dalam 
prinsip hidup, sejatinya ada falsafat atau landasan hidup. 

Untuk itu, tantangan Pancasila sebagai sistem Filsafat itu hanya karena kurangnya pemikiran 
reflektif dan minimnya akses pendidikan yang mengarahkan sumber daya manusia Indonesia 
terhadap eksistensi nilai-nilai universal. 

C. Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat 

Sebagaimana yang saya katakana di atas, bahwasannya dengan tingkat keberagaman Indonesia, dan kurangnya akses pendidikan yang berbasiskan pada nilai-nilai universal, rasanya sangat sulit untuk mengaktualisasikan Pancasila sebagai sistem filsafat. 

Akan tetapi, dengan munculnya pelbagai fenomena dan problematik di tengah kehidupan warga Indonesia, di situlah kita butuh wadah atau tempat di mana kita merasakan kenyamanan. 

Dalam konteks pembahasan ini adalah pentingnya Pancasila sebagai sistem filsafat. Karena dengan memaknai Pancasila sebagai sistem filsafat, kita pun akan masuk dan menjelahi bagian-bagian tersembunyi dari kekayaan masyarakat Indonesia. 

Sumber kekayaan Indonesia bukan hanya terletak di alam dan budayanya semata, melainkan kekayaan Indonesia juga ada dalam tubuh penghayatan manusianya terhadap beragam perspektif kehidupan. 

Kekayaan pandagan hidup warga Indonesia disatukan dalam Pancasila, terlebih Pancasila 
sebagai sistem Filsafta. Karena mengatur jalanya pemikiran besar bangsa Indonesia dalam menghadirkan eksistensinya di tengah percaturan politik global. 

Urgensi Pancasila sebagai sistem filsafat juga terjawantahkan dalam gaya hidup, ekonomi, 
olahraga, hiburan, kebudayaan, cara berpikir, berperilaku dan bertindak warga Indonesia dalam kehidupan harian. 

D. Upaya Pancasila Sebagai Sistem Filsafat dalam Meminimalisir Korupsi 

Salah satu intrumen nyata dari negara yang terjawantahkan dari tubuh Pancasila sebagai sistem filsafat adalah kehadiran Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). 

Mengapa saya katakan demikian, karena lembaga negara ini bertujuan untuk mengaudit 
sekaligus menjadi alarm bagi setiap orang, terutama tokoh publik hingga pemimpin yang 
tersebar di bumi nusantara untuk cermat dalam menggunakan anggaran negara. 

Terpisah dari keberadaan KPK sebagai instrument negara yang bertujuan untuk memata-matai sumber kekayaan elit bangsa, kita juga akan melihat bersama, Pancasila sebagai sistem filsafat dalam kehidupan pendidikan, religi, pariwisata, antropologi, gaya hidup dll. 

Di mana, ranah kehidupan dari setiap bidang kehidupan, terutama pribadi yang melaksanakannya, terkadang masuk dalam tindakan-tindakan yang mengarahkan mereka pada budaya atau kebiasaaan korupsi. 
Korupsi muncul karena kurangnya pemahaman yang mendalam tentang ajaran keagamaannya 
(bidang religi). 


Jika setiap orang yang pernah terlibat dalam budaya korupsi, tentunya pribadi tersebut, ikut 
menodai ajaran kegamaannya. Selain meninggalkan noda dari mana lembaga pendidikan yang 
menaungiya. 

Sebagai upaya konkret Pancasila sebagai sistem filsafat dalam meminimalisir tindakan korupsi, pertama-tama Lembaga Komisi Pemberantasn Korupsi jangan sampai hanya tajam terhadap rakyat kecil, lalu tumpul di hadapan penguasa! Apabila KPK tidak menghayati tugas dan tanggung jawabnya, maka akan semakin sulit Pancasila sebagai sistem filsafat dalam menangani tindakan korupsi. 

Sejatinya korupsi juga disebabkan oleh ambisi untuk memperkaya diri sendiri, melunasi hutang 
negara, meningkatkan gaya hidup dan status sosial, ajang pamer dsb. 

Meskipun beragam faktor pemicu korupsi di atas sudah menjadi hal biasa di kalangan penguasa, sebagai warga Indonesia, kita harus tetap berpegang pada nilai-nilai yang terkandung di balik Pancasila sebagai sistem filsafat. 

Karena hanya dengan cara tersebut lah, peran kita sebagai warga yang takut hukum dan 
menjunjung tinggi nilai dan keadilan bangsa tercipta. 

Terciptanya kehidupan harmonis yang terjadi di lingkungan masyarakat, juga menaikan harapan 
hidup kita terhadap keberadaan negara di bawah hukum-hukum yang berlaku di dalamnya. 

5. A. Pentingnya Hukum Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara 

Setiap warga negara, tentunya memiliki hukum yang mengatur dinamika kehidupan hariannya. 
Sebagai warga Indonesia, kita memiliki berbagai sumber hukum. 

Dari sekian banyaknya hukum yang berlaku di Indonesia, kita pun mengenal dan sudah 
menghidupi nilai-nilai Pancasila. 

Pancasila sebagai sumber hukum dan segala hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya setiap 
tindakan dan perbuatan didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. 

Untuk itu, hukum itu sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Dalam hukum, setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama. Meskipun pada prosesnya, Sebagian pelaksana hukum dengan semena-mena mempermainkan hukum. 

Namun, terlepas dari persoalan tersebut, di dalam hukum kita mendapatkan perlindungan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Itulah arti dari pentingnya memiliki hukum.  

Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Saya 
membayangkan, dengan jumlah pendudukan tersebut, apalabila tidak ada hukum yang 
mengaturnya, maka dapat dipastikan bahwasannya akan terjadi perselisihan dan meningkatnya tingkat kekerasan di tengah kehidupan bermasyarakat. 

Memang perselisihan dan meningkatnya kasus pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat, 
sejatinya adalah hal biasa. 

Karena setiap hukum, pastinya berpotensi untuk mendatangkan ketidakpuasanya terhadap semua orang. 

Namun, setidaknya dengan memiliki hukum, kita pun merasa damai, nyaman dan terlindungi 
dari segala ancaman. 

Untuk itu, hukum itu sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

B. Hirarki Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia Pasal 7 ayat 1 UU 12/20111 memuat hirarki perundang-undangan Indonesia, di antaranya sebagai berikut: 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 
Peraturan Pemerintah; 
Peraturan Presiden; 
1 https://www.hukumonline.com/klinik/a/hierarki-peraturan-perundang-undangan-di-indonesia-cl4012/. Diakses 
pada tanggal 4 Agustus 2024, Pukul 15.19 WIB.

Peraturan Daerah Provinsi; dan 
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. 

C. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Penegakan Hukum di Indonesia 
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam penegakan hukum di Indonesia secara keseluruhan sangat memuaskan dan sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. 

Hal itu dapat dilihat dari kehadiran berbagai instrument negara. Khususnya yang berbasiskan pada hukum keadilan. 

Keadilan hukum di Indonesia, belakangan ini sempat menuai pro dan kontra. Karena adanya 
upaya pelemahan eksistensi hukum dari para penguasa. 

Meskipun begitu, saya melihat dan mengalaminya sendiri akan fenomena keadilan hukum di Indonesia. 

D. Pandangan Mengenai Penegakan Hukum di Indonesia Perihal pandangan pribadi mengenai penegakan hukum di Indonesia, secara keseluruhan berjalan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. 
Pancasila selaku hukum dari segala sumber hukum di Indonesia memainkan peran vital dalam meminimalisir maraknya tindakan pelanggaran hukum. 

Memaknai setiap hukum yang berlaku di Indonesia, sama saja kita melihat perlakuan prinsip hidup dalam diri kita sendiri. 

Terpisah dari baiknya penegakan hukum di Indonesia, sejak memasuki era kebebasan dan juga maraknya pertumbuhan informasi dan komunikasi, akibat pengaruh media sosial, secara tak sadar telah mereduksi eksistensi perlakuan hukum. 

Hukum bagi Sebagian warga, adalah sarana untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan jauh dari ancaman apapun. 

Sebaliknya, sebagain warga memanfaatkan kekuasaan untuk memperlakukan hukum sesuai dengan kemauannya sendiri. 

Dalam kondisi demikian, saya dengan jujur mengatakan bahwasannya hukum yang berlaku di Indonesia saaat ini tergantung pada seberapa tebalnya dompet. 

Hukum selalu berpihak pada mereka yang memiliki kekuasann dan juga memiliki kekayaan materi. 

Semakin tingginya status kehidupan seseorang, ia akan memandang hukum sebagai sesuatu yang akan membawanya pada kemegahan diri. 

Aplikasi hukum di Indonesia saat ini sedang memasuki fase kemunduran dari era kemunculan hukum zaman filsuf Yunani kuno. 
Kesimpulannya, penegakan hukum yang berlaku di Indonesia, tidak mencerminkan nilai-nilai 
Pancasila. 

Akan tetapi, bagaimana pun juga, sebagai warga negara dengan tingkat permasalahannya, kita 
pun butuh hukum sebagai jalan penegah dan jalan pencapaian kehidupan yang harmonis antar warga negara. 




Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

1 komentar untuk "Pancasila Sebagai Etika dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara - Universitas Siber Asia "

Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih


Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat