Bahaya Publikasi Data Pribadi di Media Sosial

Oleh :
Victoria Debora Gultom, 
Judirman Waruwu, Stella, & Natasha
Mahasiswa Universitas Dian Nusantara 

Bahaya publikasi data pribadi di media sosial/TAFENPAH.COM

Tafenpah.com - Data pribadi telah menjadi komoditas paling berharga di era digital. Informasi mulai dari kebiasaan belanja hingga preferensi politik dikumpulkan dan dimanfaatkan oleh perusahaan teknologi untuk berbagai tujuan. 

Namun, eksploitasi data tanpa batas mengancam privasi dan kebebasan individu. Kasus kebocoran data Facebook yang melibatkan Cambridge Analytica adalah bukti nyata betapa rentannya data pribadi kita. 

Natasha mahasiswa Universitas Dian Nusantara/Tafenpah.com



Dilema etika pun muncul: haruskah kita mengorbankan privasi demi kenyamanan dan inovasi?


Meskipun banyak orang menyadari risiko yang terkait dengan berbagi data pribadi, namun tidak sedikit yang tetap melakukannya. Value-expectancy theory (Teori pengharapan nilai) menjelaskan fenomena ini. 




Tekanan sosial dan keinginan untuk diterima membuat banyak orang mengikuti arus dan berbagi informasi pribadi mereka di media sosial. 

Akibatnya, suara yang memperingatkan tentang pentingnya privasi data seringkali teredam oleh kebisingan digital dan norma sosial yang ada. 

Victoria Debora Gultom mahasiswa Universitas Dian Nusantara/Tafenpah.com


Oleh karena itu, dalam opini ini, saya akan menyarankan beberapa masukan untuk mengatasi dilema ini dan mencapai keseimbangan yang optimal antara privasi dan inovasi.

Menurut Shoshana Zuboff, dalam bukunya The Age of Surveillance Capitalism, mengungkap bagaimana perusahaan teknologi raksasa seperti Google dan Facebook telah mengubah cara mereka beroperasi. 

Mereka tidak lagi sekadar menyediakan layanan gratis seperti pencarian atau jejaring sosial. Sebaliknya, mereka telah membangun bisnis yang bergantung pada pengumpulan dan pemanfaatan data pribadi dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Judirman Waruwu Mahasiswa Universitas Dian Nusantara/Tafenpah.com


Data kita, mulai dari riwayat pencarian hingga preferensi belanja, dikumpulkan dan dianalisis untuk menciptakan profil yang sangat detail tentang diri kita. 

Merujuk dari penjelesan di atas, ada kaitan dengan kepentingan bagi setiap pengusaha yang membutuhkan data-data pengguna media sosial di setiap negara. Ancaman bahayanya publikasi data pribadi dalam media sosial, orang-orang yang tidak bertanggung jawab akan salah menggunakan data yang mereka peroleh melalui publikasi media sosial. 

Misal fenomena maraknya berbagai kasus penipuan yang terjadi di karena kita tidak hati-hati dalam mengamankan data.

Modus kasus penipuan, ada orang yang chat melalui pesan Whatsapp minta pinjam duit dengan mengaku bahwa dia adalah teman atau saudara dan dibuktikan menggunakan DP profil orang-orang yang mungkin kita kenal, kasus lain penipuan chat menawarkan kerja online dan lain-lain.

Stella Marcellina Mahasiswa Universitas Dian Nusantara/Tafenpah.com

Lebih lanjut, dengan boncornya data pribadi kita maka dapat digunakan untuk kepenting data politik juga dapat digunakan oleh sebagian lembaga-lembaga survei yang tidak bertanggung jawab. Kasus-kasus yang diuraikan di atas sudah menjadi fenomena umum.

Sementara modus lain yaitu tentang operandi yang memanfaatkan naivitas pelaku bisnis dengan iming-iming harga murah dan hasil instan telah merugikan banyak pihak. Kejahatan siber ini tidak hanya merampas finansial, namun juga menghambat perkembangan bisnis yang notabene menjadi tulang punggung perekonomian.

Profil ini kemudian digunakan untuk memprediksi perilaku kita dan menyajikan iklan yang sangat relevan, seringkali tanpa kita sadari. 

Kasus Cambridge Analytica, di mana data jutaan pengguna Facebook digunakan untuk mempengaruhi hasil pemilihan umum, adalah contoh nyata bagaimana surveilans kapitalisme dapat mengancam demokrasi. Surveilans kapitalisme (Kapitalisme baru) tidak hanya mengancam privasi individu, tetapi juga menggiring opini publik dan memperkuat ketidak setaraan dalam masyarakat. 

Kita membutuhkan regulasi yang komprehensif untuk melindungi data pribadi, termasuk hak untuk dilupakan dan audit independen (Penilaian Mandiri) terhadap praktik pengumpulan data.

Platform-platform seperti Facebook, Instagram, dan TikTok tidak hanya menjadi tempat untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga, tetapi juga menjadi ladang subur bagi perusahaan teknologi untuk mengumpulkan data pengguna dalam skala yang masif. 

Platform tersebut adalah mesin pengumpul data pribadi yang sangat efisien. Setiap aktivitas pengguna, mulai dari posting, like, komentar, hingga pencarian, dicatat dan dianalisis untuk menciptakan profil pengguna yang sangat detail. Data yang dikumpulkan digunakan untuk menargetkan iklan secara sangat spesifik kepada pengguna. 

Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mempengaruhi pilihan konsumen dan meraup keuntungan yang lebih besar. Melalui algoritma yang dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna, media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah, memanipulasi opini publik, dan bahkan mempengaruhi hasil pemilu.

Media sosial yang didorong oleh algoritma seringkali menyajikan konten yang menyoroti kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Hal ini dapat memicu perasaan tidak mampu, rendah diri, dan kecemburuan pada pengguna, yang pada akhirnya dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. 

Tekanan untuk selalu terhubung dan mengikuti tren terbaru di media sosial dapat menyebabkan stres dan kecemasan yang berkepanjangan. FOMO (Fear Of Missing Out) yang biasa kita bilang rasa takut merasa tertinggal dapat membuat individu merasa terisolasi dan tidak pernah cukup baik. Terlebih dalam ingkungan online yang anonim ini dapat menjadi tempat bagi perilaku bullying dan pelecehan. Korban cyberbullying (perundungan dunia maya) sering mengalami depresi, kecemasan, dan bahkan pikiran untuk bunuh diri.

Dalam era digital yang serba terhubung, privasi menjadi sebuah kemewahan yang semakin sulit didapatkan. Eksploitasi data pribadi oleh perusahaan teknologi telah menciptakan dilema etis yang kompleks. Namun, kita tidak perlu menyerah pada kenyataan ini. 

Dengan kesadaran yang lebih tinggi tentang risiko yang terkait dengan berbagi data, serta regulasi yang lebih ketat, kita dapat mencapai keseimbangan antara inovasi dan perlindungan privasi.

Setiap individu memiliki peran penting dalam melindungi privasi mereka. Mulai dari membatasi informasi yang dibagikan di media sosial, hingga memilih layanan yang lebih menghormati privasi, kita dapat mengambil langkah-langkah kecil untuk mengurangi jejak digital kita. 

Selain itu, pemerintah harus mengambil tindakan tegas untuk mengatur industri teknologi dan melindungi hak-hak konsumen. 

Perusahaan teknologi juga harus bertanggung jawab dalam mengelola data pengguna dan memastikan bahwa data tersebut digunakan secara etis.

“Dengan bekerja sama, kita dapat membangun masa depan digital yang lebih aman dan adil, di mana inovasi teknologi tidak mengorbankan privasi dan kebebasan individu".

Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Salam kenal! Saya Frederikus Suni || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Bahaya Publikasi Data Pribadi di Media Sosial"