Agama Jalan Pencarian Jati Diri, Kajian Etika Nikomakhean Aristoteles dan Perspektif Abrahamik
Oleh: Frederikus Suni
Tafenpah.com - Tujuan tertinggi dan terakhir dari pencarian manusia adalah kebahagiaan. Etika Nikomakhean dari filsuf Aristoteles tersebut, sejatinya akan menemani kita dalam kajian agama dari perspektif Abrahamik.
Apa itu perspektif Abrahamik? Abrahamik merupakan paham atau ajaran yang biasanya dianut oleh kepercayaan Yahudi, Kristen, dan Islam.
Kendati demikian, jauh sebelum ketiga agama Samawi tersebut menyadari untuk mencari
kebahagiaan, sebagaimana yang diwahyukan para Nabi, khususnya firman Tuhan yang
Abraham yakini, para filsuf Yunani di antaranya: Socrates, Plato, Aristoteles dan teman
temannya sudah terlibat dalam pencarian jati diri.
Maka, dalam pemikiran filsafat Yunani Kuno atau pemikiran filsafat Barat, kita akan mengenal
“Know Yourself.”
Know Yourself (Kenalilah Dirimu) mengandaikan keresahan hati setiap orang untuk mencari
ketenangan jiwanya.
Berkaitan dengan topik tulisan di atas, saya akan mengelaborasikan pemikiran Katolik,
Filsafat, dan Kearifan Lokal Suku Dawan Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk mencari
makna di balik jati diri.Sebagai suku Dawan Timor NTT, jauh sebelum masuknya agama Katolik Roma yang dibawa oleh para Misionaris (Imam/ Pastor/Romo Katolik), leluhur kami sudah mengenal kekuatan tertinggi dari segala sesuatu yang ada di semesta.
Perihal nama penguasa semesta, suku Dawan Timor NTT mengejawantahkannya dalam
berbagai unsur atau elemen, yakni: Usi (Raja, Tuan), Pah (Penguasa), Apean Ma Apinat
(Pencipta dan Penerang).
Konsep pemikiran suku Dawan tersebut dalam kajian filsafat Barat yakni: adanya Tanah, Air,
Udara, dan Api.
Sementara dalam pandangan teologi Katolik Roma menyebutnya Allah TriTunggal Maha
Kudus (Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus) yang terwujud dalam diri Yesus
Kristus.
Lahirnya Yesus Kristus di Betlehem, Yerusalem pada abad ke-4 sekaligus menandai pencarian jati diri umat Katolik tentang apa itu kebahagiaan? Apa itu ketenangan jiwa? Apa itu kehidupan setelah kematian?
Persoalan eskatoligis atau kehidupan setelah kematian juga kembali bermuara pada pemikiran etika nikomakhean dari filsuf Aristoteles yakni: Pencarian tertinggi dan terakhir dari manusia adalah kebahagiaan.
Untuk itu, saya mengambil hipotesa yakni: agama dalam pandangan saya adalah proses di
mana saya mencari jati diri.
Jati diri yang sesungguhnya tercipta bila adanya keselarasan dalam menjalani kehidupan.
Karena hanya dengan cara demikian, saya pun terus mencari apa yang benar-benar membuat saya makin tenang dan bersemangat untuk terus melakukan sesuatu.
Bagaimana saya memposisikan agama dalam kehidupan?
Dalam menjalani kehidupan harian yang semakin menantang, aspek religi memang memiliki
peran penting dalam hidup saya.Di mana, saya selalu mengawali dan mengakhiri kegiatan harian dalam bingkai religi.
Tentunya, saya bukanlah pribadi yang religius! Namun, saya berusaha untuk menetralkan hati
dan pikiran melalui setiap doa yang saya lantunkan di hadapan Yesus Kristus.
Secara raga saya belum pernah melihat Tuhan dalam hidup saya. Namun, secara iman, saya
telah mengalami banyak hal-hal besar dalam hidup saya, karena berkat perantaraan Yesus
Kristus.
Untuk itu, agama merupakan kunci bagi saya dalam mencari jati diri. Karena pencarian jati diri
terus berlanjut (Kontinyu) tanpa mengenal waktu dan batas (Unlimited).
Dalam hal ini, ada satu ajaran yang selalu menginspirasi saya setiap hari, seperti di bawah ini;
“Jika engkau kecewa dan mengeluh terhadap kekurangan yang ada pada dirimu sendiri, maka datanglah kepada arsitek yang telah merancang dan menciptamu." (Zig Ziglar).
Makna Tuhan Dalam Hidup dan Bagaimana Hadirnya Tuhan dalam Hidup Anda
Saya memaknai Tuhan sebagai sumber inspirasi. Inspirasi tersebut datang atau hadir dengan
ragam peristiwa kehidupan yang saya alami setiap saat.
Terkadang saya sedih, lalu tertawa. Saya pun dikelilingi oleh orang-orang tercinta, lalu satu
per satu mulai menua, ada yang pergi (Meninggal) sebelum dewasa, ada yang secara mendadak hilang, entah karena peristiwa kecelaan, ledakan gunung berapi, kecelakaan pesawat terbang, moda transportasi darat dan laut hinggal persoala psikologis lainnya.
Semuanya adalah bagian dari perjalanan hidup saya. Desain kehidupan tersebut, ada karena di antara saya dan Tuhan yang saya imani ada ikatan. Ikatan tersebut saya bangun melalu
keintiman relasi di hadapan Tuhan.
Membangun relasi dengan Tuhan memang tidaklah mudah! Namun, sebagai orang yang
percaya akan keberadaan Tuhan dalam hidup, saya terus berharap untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Menjadi pribadi yang lebih baik dan bijak pun terakumulasi dalam setiap doa. Karena dalam
doa, ada harapan untuk kehidupan yang jauh lebih baik.Perihal kehadiran Tuhan dalam hidup, saya melihat dan merasakannya melalui kasih dan cinta
yang tulus dari kedua orangtuaku.
Keluarga adalah manivestasi dari cinta Tuhan yang Agung dalam kehidupan saya. Lalu, saya
pun mengalami kehadiran Tuhan melalui kedekatan saya dengan orang yang berbeda
keyakinan dengan saya, teman kampus, rekan sebaya, lingkungan sekitar hingga kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Representasi Nilai-Nilai Kristiani Dalam Kehidupan Sosial
Sebagai umat Kristiani, sejak kecil kami sudah diajarkan untuk mengamalkan cinta kasih
sekaligus menjadikan semua orang sebagai sahabat Yesus Kristus.
Dalam menjalani kehidupan sosial, kami juga terlibat dalam karya-karya pelayanan sosial. Tak
peduli, jika orang yang kami layani adalah seorang Katolik, Islam, Hindu, Budha, Konghucu
ataupun kepercayaan animisme.
Karena kami yakin dan percaya bahwasannya setiap orang lahir secara sempurna dan seturut
gambaran Allah.
Desain kesempurnaan hidup tersebut, merupakan cerminan Allah sendiri yang termanivestasi
dalam diri orang lain.
Salah satu contoh pelayanan sosial yang saya kerap lakukan adalah mengambil pekerjaan
caregivers atau perawat lansia.
Dari sekian banyaknya pasien yang saya layani, di sanalah saya menemukan oase atau sumber inspirasi. Karena pasien yang saya layani berasal dari latar belakang kepercayaan yang sangat beragam.
Keberagaman tersebut seturut dengan ilmu komunikasi yang sedang saya dalami di Universitas Siber Asia.
Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, membangun komunikasi lintas kultur dan kepercayaan
adalah sesuatu yang sangat menyenangkan.Cinta Beda Agama sebagai Jalan Tolerasi
Perihal cinta beda agama, bukanlah hal baru dalam kehidupan warga Indonesia. Karena bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengakui adanya Tuhan dan hidup dalam lingkaran beda keyakinan.
Dalam fase tersebut, kisah cinta beda agama pun sudah menjadi hal biasa. Namun, persoalan utamanya adalah bagaimana sikap setiap orang yang terlibat dalam dinamika kehidupan tersebut.
Sebagai pendeketan kontekstual, saya beberapa kali jatuh hati atau menjalin ikatan dengan
beberapa wanita Muslim, selain Kristen Protestan.
Dalam aplikasinya memang sulit. Namun, ketika adanya kepercayaan dan keterbukaan untuk
membangun dialog agama, semuanya ada jalan keluar.
Pengalaman tersebut, saya alami ketika pacar saya memperkenalkan saya kepada orang tua dan juga sanak familynya yang mayoritas menganut kepercayaan Muslim.
Orang tuanya, terutama ibunya sejak awal tidak merestui hubungan kami. Namun, seiring
dengan berjalannya waktu, kedekatan kami pun semakin intens, ibunya pun membuka tawaran kepada kami.
Tawaran tersebut dalam bentuk dialog keagamaan yang pada akhrinya kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan cinta beda agama.
Karena jika dilanjutkan hubungan tersebut, ke depannya akan menimbulkan banyak persoalan, terutama ketika sudah serius untuk membangun rumah tangga.
Kendati kami sudah berpisah, namun hubungan di antara kami, termasuk orang tuanya masih
berjalan hingga kini.
Karena bagaimana pun, manusia pada dasarnya tidak memilih untuk dilahirkan dari
lingkungan, orang tua termasuk dari kepercayaan mana pun.
Respon Kasus IntoleransiPersoalan kasus intoleransi merupakan peristiwa yang hampir ada dan hadir dalam setiap perjalanan hidup warga Indonesia.
Di mana setiap saat kita kerap mendengar bahkan mengalami kasus-kasus intoleransi. Kendati demikian, cara menyikapi dari setiap kita pun sangat beragam.
Bulan Mei 2024, negara kita dihebohkan dengan segelintir oknum, terutama ketua RT di salah
satu wilayah yang melarang mahasiswa-mahasiswi dari Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk
tidak berdoa Rosario.
Masalahnya, doa Rosario umat Katolik hanya dilaksanakan dua kali setiap tahun, yakni di
bulan Mei dan Oktober.
Terkait larangan tersebut, secara pribadi saya sangat menolak tindakan anarkis dari ketua RT
dan juga sejumlah warga yang terlibat.
Karena perilaku mereka tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Selain itu, mereka juga
melanggar konstitusi yang telah memberikan kebebasan berpendapat sekaligus beragama di
Republik Indonesia.
Makna dan Pesan dalam Kitab Suci
Secara simbolik, saya memaknai pesan Kitab Suci dalam Tradisi Katolik Roma sebagai
landasan atau falsafat hidup. Di mana, dalam pandangan tersebut, ada nilai-nilai humanisme
yang selalu Yesus tekankan, di antaranya; Cinta kasih, Persahabatan, Berbagi, Melayani,
Membangun Peradaban manusia dengan bijaksana dan mencintai kehidupan termasuk
manusianya tanpa membeda-bedakan.
Pesan-pesan universal tersebut juga adalah dalam etika dan moral seturut nilai-nilai kehidupan dalam Pancasila.
Kendati demikian, secara de facto tidak ada etika universal sebagaimana yang ditekankan
dalam setiap agama.
Mengingat, etika tersebut hanya berlaku dalam lingkaran atau orang/kelompok yang
mempercayai Kitab Suci atau Alquran tersebut.
Sumber: Analisa Pribadi
Disclaimer: Tulisan ini sebagai pemenuhan tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan Agama, Program Studi PJJ Komunikasi, Universitas Siber Asia. Dosen Pengampu: Muhammad Nur Ichsan, S.I.Kom., M.I.Kom.
Posting Komentar untuk "Agama Jalan Pencarian Jati Diri, Kajian Etika Nikomakhean Aristoteles dan Perspektif Abrahamik"
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat