Gus Miftah, Hukuman Moral Warga Indonesia, Akhirnya Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto

Oleh: Frederikus Suni 

Gus Miftah mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo, usai menghina Penjual Es Teh. Sumber gambar; Kapanlagi (Gus Miftah/Tafenpah.com).

Tafenpah.com - Gus Miftah menerima hukuman moral dari seluruh masyarakat Indonesia, karena kelalaiannya! 

Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji tersebut, akhirnya memutuskan untuk mundur dari Jabatannya, sebagai Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto.

Kasus Gus Miftah yang menghina atau merendahkan seorang bapak yang berprofesi sebagai penjual es teh, mengajarkan kepada kita untuk lebih bijak dalam menempatkan diri dalam situasi apa pun.



Karena kecenderungan terbesar kita adalah keceplosan untuk mengungkapkan sesuatu, tanpa memikirkan akibatnya.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyerang pihak mana pun, namun penulis menjadikan kasus tersebut, sebagai bahan pembelajaran untuk diri sendiri.

Karena bagaimana pun juga, penulis dan pembaca bukanlah pribadi yang sempurna.

Kita semua punya permasalahannya sendiri. Namun, sangat disayangkan, seorang tokoh nasional sekaligus figur publik yang seharusnya menjadi role model (panutan) generasi muda bangsa Indonesia dalam bertindak dan bertutur kata, seolah mengabsenkan akal budinya, hanya karena kesombongannya.

Jika kita berkaca pada pendekatan teori psikoanalis Abraham Maslow, di sana kita akan menemukan korelasi antara kasus Gus Miftah dan korban (Penjual Es Teh).

Tepatnya, pada poin 'kebutuhan akan aktualisasi diri.'

Kebutuhan aktualisasi diri ini dalam pandangan pakar psikolog humanistik, Abraham Maslow adalah Gus Miftah ingin menunjukkan sekaligus membuktikan dirinya bahwasannya ia memiliki kuasa.

Dalam kekuasaan tersebut, ia terus berhasrat untuk menjadi dirinya sendiri, meski tidak seimbang dengan dampak psikologis yang dihadapi oleh penjual es teh (selaku korban).

Walaupun begitu, bapak Penjual Es Teh juga merupakan individu yang diciptakan oleh Tuhan dengan sempurna.

Makanya, ia juga membutuhkan rasa aman (savety) terhadap kehidupan termasuk keluarganya.

Sejenak, kita menempatkan diri sebagai penjual es teh. Apa yang kita rasakan, ketika sesama melontarkan kata-kata yang secara spontan sangat menyakitkan, tetapi dalam keadaan tersebut, kita tidak memiliki kuasa untuk melawan atau pun membalas (konotasi membentengi diri).


Ketika kita melihat lagi cuplikan video yang beredar di berbagai laman pemberitaan, penjual es teh merasakan kekecewaan yang sangat mendalam.

Tentu saja itu sangat menyakitkan! Belum lagi, sebagian besar di lingkaran tersebut, tertawa seolah tidak punya kelemahan.

Jujur saja, penulis juga ikut merasakan kekecewaan. Namun, apa yang telah dilakukan oleh Gus Miftah, kini setimpal, yakni ia mendapatkan hukuman moral dari masyarakat Indonesia.

Keadilan selalu berpihak kepada mereka yang terbiasa diperlakukan dengan tidak adil.

Cepat atau lambat, setiap perbuatan kita akan kembali kepada kita. Itulah hukum karma yang tiada seorang pun bisa melawannya.

Belajar dari kasus Gus Miftah, kita pun diajak untuk lebih jeli dan hati-hati dalam mengucapkan sesuatu di publik.

Karena dewasa ini, warga selaku (komunikan) memiliki kekuatan yang tidak bisa dihentikan dengan cara apa pun.

Apalagi di tengah maraknya kebebasan berpendapat di publik.

Kendati demikian, Gus Miftah telah meminta maaf kepada Penjual Es Teh melalui klarifikasi di hadapan media.

Media selaku jalan penengah pun ikut menyampaikan permohonan maaf Gus Miftah.

Mari, kita perkuat lagi ajaran norma sosial di mana pun kita berada. Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai.

Sekiranya dengan kasus tersebut, kita tingkatkan lagi belarasa sebagai sesama, meski kehidupan telah mengkotak-kotakkan kita berdasarkan ideologi, suku, ras, agama dan lainnya.

Namun, kita hidup dalam satu tujuan yakni sebagai saudara sebangsa dan setanah air.



Frederikus Suni Admin Tafenpah Group
Frederikus Suni Admin Tafenpah Group Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Gus Miftah, Hukuman Moral Warga Indonesia, Akhirnya Mundur dari Utusan Khusus Presiden Prabowo Subianto "