Equalitarian Style Pengelola Yayasan Tri Asih, Guru, Karyawan dan Anak-Anak Tunagrahita
Penulis: Frederikus Suni
![]() |
Equalitarian Style Pengelola, guru, karyawan, terapis, pendamping Klien dan anak-anak Tunagrahita Yayasan Tri Asih. Tafenpah.com |
TAFENPAH.COM - Berdasarkan disiplin ilmu yang saya pelajari selama tiga semester di Program Studi PJJ Komunikasi, Universitas Siber Asia, tentunya saya dapatkan banyak pengetahuan, terutama insight/masukan yang berharga dalam melakukan komunikasi.
Di antara banyaknya ilmu pengetahuan seputar komunikasi, pada kesempatan ini saya hanya fokuskan pada gaya komunikasi ‘Equalitarian Style.’
Equalitarian Style atau gaya komunikasi persamaan biasanya mengutamakan ‘keterbukaan dan bersifat dua arah.’
Baca Juga:
Lebih Dekat dengan Caregiver, Profesi yang Dibutuhkan di Kota Besar Indonesia
Artinya; Equalitarian Style memberikan keleluasan kepada pihak komunikator (pemberi pesan) dan komunikan (penerima pesan) untuk saling memberikan feedback atau umpan balik dari setiap pesan yang disampaikan oleh kedua pihak.
Equalitarian Style juga dimaknai sebagai wadah bertukar ide/gagasan antara pimpinan dan bawahannya tanpa adanya sekat sosial. Bahasa yang digunakan oleh pemberi dan penerima pesan pun sangat sederhana dan mudah dipahami.
Tujuan dari gaya komunikasi ini adalah untuk memberi ruang yang cukup dan tentunya sangat fleksibel kepada semua orang dalam menjalankan tugas hariannya.
Gaya komunikasi persamaan (Equalitarian) tersebut juga sangat cocok dalam komunikasi harian pengelola Yayasan Tri Asih bersama dengan tenaga pengajar, karyawan-karyawati hingga anak-anak Tunagrahita.
Yayasan Tri Asih
Yayasan Tri Asih merupakan salah satu lembaga hukum yang memuat/mengatur kegiatan pembinaan anak-anak Tunagrahita.
Fokus utama dari Yayasan Tri Asih adalah merehabilitasi dan habilitasi penyandang Tunagrahita hingga mereka menjadi manusia yang mandiri dan tidak menjadi beban bagi masyarakat.
Untuk menunjang sekaligus memastikan keberhasilan program tersebut, pihak pengelola pun menyediakan ruang pendidikan mulai dari kelas persiapan, SDLB C Kebon Jeruk, SDLB C1 Kampung Duri, SMPLB C, SMKLB C, UPK, Laboratorium Terapi hingga Panti Rawat.
Ada pun fasilitas pendukungnya yakni: kelas luas, ruang perpustakaan, ruang komputer, ruang menenun, ruang menjahit, ruang musik, Unit Kesehatan Sekolah/UKS, ruang tata boga, ruang ibadah, lab bina diri, halaman terbuka luas, ruang keterampilan dan tempat bermain.
Pengelola
![]() |
Equalitarian Style Pengelola, guru, karyawan, terapis, pendamping Klien dan anak-anak Tunagrahita Yayasan Tri Asih. Tafenpah.com |
Dalam menjalankan SOP Yayasan Tri Asih, kita pun akan melihat bersama Organ Yayasan di antaranya:
Dewan Pembina Ketua: Julius Iwan Sunarko Anggota: - Dra. Emilia Montase Supiyanti, MMP.d. - Georgius Bambang Widjanarka
Dewan Pengawas - Dra. Theresia ekti Dwi Hastuti, MM - Angela Endang Sulistyowati
Dewan Pengurus Ketua: Kristoforus Yoseph Koswara Djaja Bendahara: C. Sri Mintarsih Sekretaris: Yenny Margono
Menariknya, organ atau susunan pengurus Yayasan Tri Asih ini berasal dari latar belakang yang berbeda, namun mereka selalu mengutamakan komunikasi persamaan (Equalitarian) bersama bawahannya hingga komunikasi dengan anak-anak Tunagrahita.
Dampak dari ekosistem komunikasi persamaan yang tercipta di lingkungan Yayasan Tri Asih ikut memberikan kenyamanan bagi setiap orang, baik pihak internal maupun eksternal.
Salah satu pihak internal yang sangat penting dalam menanamkan dasar-dasar ilmu pengetahuan kepada anak-anak Tunagrahita adalah tenaga pengajar atau guru.
Guru
![]() |
Equalitarian Style Pengelola, guru, karyawan, terapis, pendamping Klien dan anak-anak Tunagrahita Yayasan Tri Asih. Tafenpah.com |
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Tanpa tenaga pengajar, peradaban suatu bangsa tidak akan maju dan berkembang.
Untuk itu, kehadiran guru dalam memberikan dasar-dasar ilmu pengetahuan, mulai dari belajar membaca, menulis, berhitung, dan pengembangan diri (self improvment) di lingkungan pendidikan Yayasan Tri Asih, bagaikan mentari yang tak pernah henti-hentinya memancarkan sinar kasihnya kepada anak-anak yang memiliki keterbatasan dalam IQ-nya.
Tenaga pengajar yang berada di lingkungan Yayaan Tri Asih dalam menjalin komunikasi harian, mereka biasanya memilih ruang-ruang diskusi yang nyaman dan bersifat dua arah.
Artinya komunikasi harian tenaga pengajar bersama pengelola, karyawan-karyawati, anakanak Tunagrahita hingga stakeholder internal (orang tua murid) selaku partner pembelajaran di lembaga pendidikan Yayasan Tri Asih, ikut berkontribusi dalam peningkatan gaya komunikasi dua arah.
Keterbukaan guru dan pengelola Yayasan Tri Asih untuk mendengarkan masukan-masukan positif dari orang tua murid, turut andil dalam perkembangan Yayasan Tri Asih sejak tahun 1967 hingga sekarang.
Selain itu, kedekatan tenaga pengajar bersama anak-anak Tunagrahita yang termanivestasi dalam komunikasi verbal dan nonverbal dapat menjaga kenyamanan sosial.
Artinya; iklim komunikasi positif yang tercipta di antara tenaga pengajar, pengelola Yayasan Tri Asih, karyawan/karyawati, anak-anak Tunagrahita, orang tua murid, donatur, pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan berbagai pihak dapat memberikan ruang pendidikan yang nyaman dan sangat holistik.
Di balik dinamika komunikasi sekaligus penetrasi gaya komunikasi Equalitarian tenaga pengajar bersama anak-anak Tunagrahita yang mengalami keterbelakangan atau keterlambatan intelektual, layaknya anak-anak normal di luar sana, kita pun patut mengapresiasi usaha dan dedikasi para guru dalam mendampingi, mendidik, melatih dan menterapi anak-anak hingga pada akhirnya mereka bertumbuh dan berkembang jauh lebih mandiri.
Kemandirian anak-anak Tunagrahita merupakan kebahagiaan tenaga pengajar dan pengelola Yayasan Tri Asih. Melalui gaya komunikasi Equalitarian, guru dan anak-anak Tunagrahita belajar untuk saling melengkapi.
Selain, memahani kelebihan dan keterbatasan setiap orang menjalani kegiatan belajar dan mengajar di lingkungan pendidikan Yayasan Tri Asih.
Dari lembaga pendidikan Yayasan Tri Asih, kami berharap, anak-anak yang kami latih, didik, dampingin dan menterapi semakin bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, peduli pada sesama, menjunjung tinggi etika dan moral hingga bertumbuh dalam iman dan cinta yang luar biasa, sebagaimana yang tercantum dalam profil pelajar Pancasila.
Karyawan-Karyawati
![]() |
Equalitarian Style Pengelola, guru, karyawan, terapis, pendamping Klien dan anak-anak Tunagrahita Yayasan Tri Asih. Tafenpah.com |
Salah satu organ penting di balik kemajuan Yayasan Tri Asih saat ini adalah, kontribusi dan cinta luar biasa dari karyawan-karyawati yang tak henti-hentinya mencurahkan tenaga, pikiran, kesenangan pribadinya dan sebagian menghabiskan separuh usianya di sini, hanya untuk menemani dan melayani anak-anak Tunagrahita selama 24 jam.
Terutama para pendamping klien di Panti Rawat Yayasan Tri Asih. Di mana, mereka bekerja secara bergantian selama 10-11 jam setiap hari.
Untuk memudahkan komunikasi antara pimpinan Yayasan, para pendamping klien (anak-anak Tunagrahita kategori berat dan sangat berat yang ber-IQ 40 ke bawah), maka setiap koordinator atau kepala unit/lantai membuat grup-grup perpesanan di media sosial WhatsApp.
Selain, setiap jam 07.00 dan 16.45 WIB diadakan pertemuan/briefing, guna melaporkan kegiatan yang sudah dilakukan maupun yang nantinya dilakukan di setiap pergantian shift.
Model komunikasi ini bersifat dua arah dan terbuka. Artinya; ada ruang diskusi antar kepala unit bersama pendamping.
Dalam diskusi tersebut, pastinya ada sesuatu yang terkadang menimbulkan gejolak antar setiap pribadi.
Namun, dengan menyadari akan tugas dan tanggung jawab setiap pendamping, maka mereka memilih untuk mengesampingkan persoalan pribadi tersebut.
Terkadang pendamping klien di Panti Rawat menyampaikan kritikan yang tajam kepada pimpinan Yayasan, jika ada perubahan SOP maupun yang menyangkut dengan kesejahteraan mereka.
Tentunya, model komunikasi dua arah tersebut tidak serta merta menimbulkan permusuhan di antara pengelola Yayasan bersama pendamping klien di Panti Rawat.
Karena mereka (Pengelola Yayasan Tri Asih) dan para pendamping klien sadar akan pengabdian mereka kepada anak-anak Tunagrahita yang telah dipercayakan orang tua klien untuk dibina, dididik, diterapi, dan dilatih di Yayasan Tri Asih.
Keterbukan dan komunikasi yang kondusif ikut memberikan ruang kenyamanan bagi setiap orang yang berada di lingkungan Yayasan Tri Asih.
Data menunjukkan bahwasannya sebagian besar karyawan-karyawati sudah bekerja sejak masa mudanya hingga pensiun di Yayasan Tri Asih.
Karena Yayasan Tri Asih adalah rumah kedua bagi karyawan-karyawati yang mayoritas adalah diaspora dari berbagai wilayah yang ada di Indonesia.
Kekayaan latar belakang budaya, pendidikan, ras, suku, kepercayaan dan karakter dapat memperkaya wawasan nusantara di antara pendamping, guru, pengelola, orang tua, hingga lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Selain kontribusi gaya komunikasi Equalitarian dari lingkungan Yayasan Tri Asih untuk kemajuan Ilmu Komunikasi Indonesia saat ini dan yang akan datang.
Anak-Anak Tunagrahita
![]() |
Equalitarian Style Pengelola, guru, karyawan, terapis, pendamping Klien dan anak-anak Tunagrahita Yayasan Tri Asih. Tafenpah.com |
Anak-anak Tunagrahita termasuk kelompok generasi yang memiliki intelligence quotient (IQ) 50-70.
Artinya mereka memiliki keterbelakangan dalam memahami segala sesuatu secara abstrak, sebagaimana mayoritas anak normal pada umumnya.
Yayasan Tri Asih ketika menyeleksi calon murid ataupun mereka yang masuk ke Panti Rawat pun benar-benar memperhatikan segala sesuatu secara serius.
Untuk anak-anak Tunagrahita yang berada di Yayasan Tri Asih sendiri diklasifikasikannya ke dalam beberapa bagian, di antaranya:
Ringan
Untuk calon murid yang ber-IQ 50-70, biasanya mereka akan mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan di lingkungan sekolah yang dikelola oleh Yayasan Tri Asih, mulai dari SDLB C, SMPLB C hingga SMKLB C.
Sedang
Sementara anak-anak Tunagrahita yang ber-IQ 40-30 biasanya mereka akan dilatih di Unit Pelatihan Khusus dengan berbagai program pendukungnya.
Berat
Sementara anak-anak Tunagrahita yang ber-IQ 30-20 akan dikirim ke Panti Rawat untuk dilatih dan dibina sesuai dengan kapasitas kemampuan mereka.
Cara berpikir anak-anak Tunagrahita yang ber-IQ 30-20 kurang lebih seperti anak-anak berusia 3 tahun.
Jadi, untuk menjalin komunikasi bersama mereka, para pendamping tidak semena-mena atau sesuak hati dan tidak diperbolehkan untuk melakukan kontak fisik.
Makanya, di lingkungan Yayasan Tri Asih, biasanya calon karyawan baru wajib menjalani masa training selama tiga bulan.
Tujuannya adalah pihak pengelola Yayasan menilai, apakah calon karyawan/karyawati tersebut memiliki kesabaran untuk melayani anak-anak ataupun sebaliknya.
Jika pun selama tiga bulan, calon karyawan/karyawati baru lolos, maka mereka akan masuk dalam fase honorer selama satu tahun.
Setelah setahun akan ditambahkan tiga bulan sebagai masa percobaan sebelum karyawan tersebut diangkat menjadi karaywan tetap. Memang prosesnya sangat lama.
Tapi, program tersebut bermaksud untuk benar-benar menyeleksi karyawan yang memang punya basic dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus.
Sangat Berat
Untuk kategori sangat berat, biasanya mereka akan menghabiskan sepanjang hidup ataupun separuh hidupnya tanpa melakukan apa pun.
Kelompok tunagrahita kategori ini biasanya dapat kita temukan di panti jompo. Bagi mereka yang ada di Yayasan Tri Asih, tentunya mereka akan memerikan kesulitan yang lumayan berat bagi pendampingnya. Seberat apa pun tunagrahita, cinta yang luar biasalah yang dapat menjembatani pelayanan yang berbasiskan pada cinta dan kasih tanpa pamrih dalam diri setiap pendampingnya.
Manivestasi cinta dan pelayanan tersebut adalah bagian dari dinamika gaya komunikasi persamaan (equalitarian), sebagaimana yang saya bahas dalam modul ini. Semoga modul ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca budiman di mana pun untuk lebih mensyukuri hidupnya.
Karena di luar sana, terutama anak-anak tunagrahita yang hidupnya tidak sesempurna kita, mereka selalu bersyukur dan ceria dalam menjalani setiap hari dengan penuh optimis dan harapan akan hari esok yang jauh lebih baik.
Kita yang dari lahirnya sudah memiliki banyak kelebihan, mengapa kita menghukum diri, hanya karena apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan realita?
Modul ini merupakan hasil analisa dari pengalaman harian saya sebagai Guru Pendamping di SDLB C Kebon Jeruk, Yayasan Tri Asih, Jakarta Barat.
Posting Komentar untuk "Equalitarian Style Pengelola Yayasan Tri Asih, Guru, Karyawan dan Anak-Anak Tunagrahita "
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat