Novel Terjebak Dijadikan Referensi Skripsi Mahasiswi Universitas Islam Nusantara Bandung
Frederikus Suni
![]() |
Novel Terjebak Dijadikan Referensi Skripsi Mahasiswi Universitas Islam Nusantara Bandung. Sumber gambar; Freepik |
TAFENPAH.COM - Pada tahun 2020, saya memutuskan untuk menulis sebuah novel perdana dengan judul "TERJEBAK." Waktu penulisan, saya tidak memikirkan teori apa yang saya gunakan.
Namun, seiring dengan perjalanan waktu, terutama akhir-akhir ini, novel Terjebak sedang didalami oleh seorang Mahasiswi dari Universitas Islam Nusantara Bandung untuk dijadikan bahan referensi utama penulisan skripsinya.
Setelah melalui diskusi panjang, Salsabila (Mahasiswi) tersebut mengirimkan beberapa pertanyaan yang bertalian erat dengan teori hirarki kebutuhan psikolog Abraham Maslow, dengan tujuan untuk melengkapi bab 2 dan 3 dari skripsinya yang berjudul "Analisis Psikologi Humanistik Abraham Maslow pada tokoh utama Novel Terjebak karya Fredy Suni sebagai Usulan Bahan Ajar Menikmati Novel Kelas XII."
Baca Novel Terjebak:
Kendati demikian, judul skripsi dari Salsabila ini belum sepenuhnya fix dari dosen pembimbingnya.
Namun, sebagai persiapan, berikut adalah salah satu pertanyaan dari Salsabila, sebagai berikut;
"Apakah kaka merasa bahwa lima hierarki kebutuhan psikolog sekaligus filsuf Abraham Maslow telah terpenuhi dalam hidup kaka? Jika ya, bagaimana kaka mencapainya? Jika tidak, apa yang belum terpenuhi dan mengapa?"
Tidak! Karena sebagai manusia yang punya kelemahan, kebutuhan-kebutuhan Fisiologis, Keamanan, Cinta dan Kepunyaan, Penghargaan diri hingga Aktualisasi Diri tidaklah pasti.
Karena berdasarkan pengalaman saya, meskipun di lingkungan Biara (Seminari), segala kebutuhan, terutama fisiologis (Makan dan Minum) selalu ada bahkan lebih dari cukup. Namun, kebutuhan tersebut tidak serta ikut memberikan kepuasan bagi saya.
Artinya; Kebutuhan fisiologis itu bersifat dinamis (selalu berubah), tergantung situasi dan kondisi di mana saya tinggal.
Apalagi perihal kebutuhan akan perlindungan (Keamanan), terutama finansial dan pekerjaan.
Di mana, saya tidak merasakan kepuasan akan kebutuhan keamanan di dalam Biara.
Karena merujuk pada biaya bulanan (uang saku) yang biasanya saya dan teman-teman Biara (Seminari) dapatkan setiap bulan terbilang jauh dari kata cukup.
Selain itu, hidup di dalam Biara itu ibarat kata bermain puzzle. Artinya, jika saya berhasil menyelesaikan masa pembentukan karakter, pendalaman spiritualitas pendiri hingga studi S2 nya, barulah saya merasa aman dari finansial dan karir (pekerjaan).
Namun, pengalaman saya sangat kontradiksi dengan realita di atas. Di mana, atas desakan ekonomi keluarga dan pendidikan adik, saya pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari Biara dan bekerja untuk membantu perekonomian keluarga termasuk pendidikan adik.
Fenomena tersebut juga berlaku di poin ketiga yakni: kebutuhan cinta dan Kepunyaan.
Memang, selama di Seminari, saya dikelilingi oleh individu hingga kelompok yang sangat positif.
Termasuk juga kepercayaan dan kenyamanan akan rasa cinta.
Sayangnya, sebagai calon Imam/Romo/Pastor, saya pun harus menghidupi kaul-kaul kemiskinan.
Artinya; saya boleh memiliki cinta yang besar kepada siapa pun, terlebih lawan jenis.
Namun, saya tidak boleh memilikinya.
Karena jika tidak, rasa kepemilikan (kepunyaan) tersebut akan bertolak belakang dengan semangat hidup Selibat/Membiara yang tidak boleh menikah ataupun memiliki pacar hingga azal menjemput.
Pada aspek penghargaan diri saya rasa selama di Biara, saya mendapatkan semuanya.
Berangkat dari pengalaman saya dari sebuah kampung perbatasan, tepatnya di Desa Haumeni, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Demokratik Timor Leste (mantan provinsi ke-27 Indonesia) tersebut, saya awalnya sangat malu, menyendiri, takut berbicara di depan umum dan tidak tahu, saya mau jadi seperti apa di waktu yang akan datang.
Namun, setelah menjalani kehidupan membiara, saya menemukan sparkle up (cahaya) akan siapakah diriku.
Dengan mengetahui kapasitas diri, ditambah lagi dengan pengalaman lintas kebudayaan, latar belakang pendidikan, pola pikir, pandangan hidup, karakter dan aspek sosial dan psikologis lainnya, saya pun perlahan tapi pasti menemukan ritme kepercayaan diri.
Ketika dalam fase tersebut, saya ikut mengapresiasi diri yang dari semula (introvert), akhirnya perlahan, saya berani untuk mengungkapkan pendapat, berani berbicara di depan umum, selaku percaya diri, tata bahasa yang makin baik, ketimbang awal saya masuk ke Malang, Jawa Timur, mengenal banyak karakter dan kebudayaan lain, semuanya ikut meningkatkan rasa percaya diri saya.
Akhirnya, dari pengalaman self improvement tersebut, saya menuju pada puncak Aktualisasi Diri dengan mengemas pengalaman masa lalu, masa kini dan nanti dalam ritma kata, kalimat dan paragraf yang terjawantahkan dalam karya Novel Terjebak.
Novel Terjebak merupakan langkah besar yang saya ambil untuk mengaktualisasikan diri di tengah keterpurukan ekonomi dan kecemasan akan masa depan pendidikan adikku.
Selain itu, Novel Terjebak juga membawa banyak peluang kepada saya untuk meniti karir di dunia Jurnalistik, memudahkan saya untuk memasuki dunia kerja, menjembatani relasi yang lebih kompleks dan berbagai hal positif hingga pengembangan diri secara kontinyu untuk selalu mencari value diri di tengah tantangan krisis identitas bangsa, individu hingga kelompok dalam kehidupan bermasyarakat.
Demikian jawaban yang saya berikan kepada Salsabila. Kirainya judul skripsinya di ACC sama dosen pembimbing.
Posting Komentar untuk "Novel Terjebak Dijadikan Referensi Skripsi Mahasiswi Universitas Islam Nusantara Bandung "
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan baik dan sopan ya! | Terima kasih
Diperbolehkan mengutip tulisan dari Tafenpah tidak lebih dari 30%, dengan syarat menyertakan sumber | Mari, kita belajar untuk menghargai karya orang lain | Salam hangat