Kilas Balik 4 Tahun Membangun Tafenpah serta Kontribusinya terhadap Literasi Kebudayaan Atoin Meto Timor NTT

Penulis: Frederikus Suni 

Pulau Timor NTT zaman dulu dengan segala kekayaan alam dan juga cerita kearifan lokal budayanya. Sumber Foto; Ist

TAFENPAH.COM - Berdasarkan pemahaman serta Perspektif saya, sekecil apa pun kontribusi kita terhadap kemajuan tanah kelahiran atau tempat di mana kita lahir, bertumbuh hingga berproses dalam menemukan versi terbaik diri kita adalah sesuatu yang sangat membanggakan.

Karena di balik niat baik tersebut, ada harapan untuk ikut membantu pemerintah daerah serta provinsi dalam memperkenalkan kekayaan alam, budaya, karakter hingga aspek penting lainnya.

Sejak saya mendirikan portal Tafenpah, tepatnya di bulan April 2021, fokus utama saya adalah bagaimana mengkompilasikan cerita harian Atoin Meto (suku Dawan Timor) yang merupakan etnis terbesar di daratan Provinsi Nusa Tenggara ke dalam berbagai publikasi digital.




Meskipun dalam proses pengembangan, saya juga ikut memasukkan isu-isu seputar pariwisata, pendidikan, religi, gaya hidup dan lain sebagainya.

Namun, misi utama Tafenpah adalah tetap mengemas konten-konten yang bertemakan kearifan lokal budaya Suku Dawan Timor NTT.

Karena saya selalu yakin, bahwasannya bangsa yang besar, dibangun dari kearifan lokal budayanya.

Semakna dengan perspektif Bagus Muljadi (Asisten Profesor Departemen Teknik Lingkungan dan Kimia di Universitas Nottingham Inggris yakni; negara besar tidak dilihat dari seberapa kuat peralatan militernya. Namun, bangsa yang besar dan maju selalu diperhitungkan dunia dari kebudayaannya.

Sementara, berdasarkan ajaran dari filsuf kebudayaan Ernst Cassirer, tentunya di sana kita akan menemukan sparkle - up atau seberkas sinar serta ikut membuka cakrawala pemikiran kita untuk melihat dunia dari sudut yang berbeda.

Bagaimana tidak, filsuf blasteran Yahudi dan Jerman tersebut mengatakan, bahwa langkah pertama untuk mengenal manusia adalah pertama-tama didekatin dari budayanya.

Setali dengan niat awal saya mendirikan Tafenpah adalah ingin mengekspresikan cerita harian masa kecil saya di perbatasan Indonesia dan Timor Leste.

Mengingat, media arus utama yang berada di provinsi Nusa Tenggara Timur jarang bahkan sama sekali tidak mengangkat tema-tema kebudayaan.

Saya pun bersyukur karena dari persoalan tersebut, saya menemukan "BLUE OCEAN."

Apa itu BLUE OCEAN? Sejatinya saya terinspirasi dari buku 'Blue Ocean Strategy (Menciptakan Ruang Pasar Tanpa Pesaing dan Menjadikan Persaingan Tidak Lagi Relevan,' karya W. Chan Kim dan Renee Mauborgne.

Di mana, setelah membaca buku tersebut, saya menemukan lahan atau peluang untuk memulai bisnis digital dengan menciptakan brand sekaligus membuka pasar konten kebudayaan Atoin Meto (Suku Dawan Timor).

Memang, dalam proses, ada banyak tantangan yang saya hadapi. Akan tetapi, itulah bagian dari ritme atau melodi perjuangan saya untuk menciptakan sekaligus memberikan kesadaran kepada generasi muda pulau Timor untuk berani membaca peluang usaha di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Sejatinya, banyak peluang bisnis digital yang belum digarap warga NTT. Karena banyak pertimbangan hingga faktor-faktor penghambatnya.

Terlepas dari persoalan tersebut, mengembangkan Tafenpah selama 4 tahun ini, saya pun mendapatkan banyak wawasan.

Terutama dari portal TAFENPAH inilah, banyak karya yang dijadikan rujukan oleh mahasiswa, dosen, jurnalis dalam mengerkan skripsi, tesis hingga disertasinya. Selain banyaknya repost atau publikasi ulang dari para pegiat literasi digital di laman website dan medianya.

Kendati demikian, saya selalu terbuka bahkan meminta saran dari pakar, dosen, jurnalis, pemerhati budaya, tokoh adat, tokoh agama dan siapa saja yang saya anggap kompeten dalam bisnis digital ini hingga masyarakat pada umumnya.

Karena bagi saya, mereka semua adalah partner, teman ngobrol yang dengan sendirinya ikut memperkaya wawasan saya.

Sebagaimana yang filsuf Sokrates ajarkan kepada murid-muridnya, terlebih Plato hingga Aristoteles.

Selain itu, dalam mengembangkan atau mengelola Tafenpah, salah satu keunikan yang saya temukan adalah kemandiran serta kebebasan untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, rasa hingga imajinasi.

Lebih dari persoalan di atas, saya menemukan peluang investasi. Meskipun bagi sebagian warga Indonesia, investasi semacam ini adalah pemborosan anggaran hingga tiadanya pendapatan tetap.

Namun, bagi saya itulah kenikmatan yang saya tidak dapatkan di dunia kampus, pekerjaan dan lain sebagainya.

Pengalaman telah mengajarkan kepada saya, bahwasannya menciptakan peluang usaha di abad ke-21 ini, dengan segala resikonya merupakan bagian dari pengorbanan.

Pengorbanan waktu, tenaga, dan materi akan terbayar dengan tanggung jawab saya sebagai generasi Atoin Meto dalam memperkenalkan kekayaan cerita kebudayaan dari mana saya lahir dan dibesarkan.

Lahir dalam bingkai kebudayaan Atoin Meto, bertumbuh, berproses hingga pada saatnya saya menyelesaikan pertandingan atau peziarahan hidup di dunia ini dalam bungkusan kebudayaan.

Karena dari sanalah saya tahu akan pentingnya makna hidup, bagaimana saya membangun relasi dengan orang yang berbeda budaya, cara pandang, filosofi hingga pemikirannya.

Dengan memahami kebutuhan saya sendiri, justru di situlah saya lebih percaya diri untuk belajar budaya lain.

Karena Indonesia merupakan lumbungnya kearifan lokal terbesar dunia.

Sebelum mengenal lumbung kearifan lokal budaya Nusantara, terlebih dahulu saya harus memahami dan juga ikut memperkenalkan kebudayaan Atoin Meto sebagai bagian dari desain-desain terkecil kehidupan saya.

Karena di situlah, letak eksistensi atau keberadaan saya sebagai makhluk yang membudaya.

Memang, membangun konten Kebudayaan tidak sebanding dengan konten gaya hidup, olahraga hingga teknologi.

Namun, apa pun kondisinya, niat awal saya mendirikan Tafenpah adalah lebih leluasa dalam memotret kehidupan harian Atoin Meto (Suku Dawan Timor NTT) yang sangat kaya.

Semakin saya memotret kisah harian masa kecilku, terutama cerita dan pengalaman harian kearifan lokal budaya Dawan Timor NTT dan Timor Leste, saya juga menyadari akan segala kekuranganku.

Artinya semakin saya mengkomposer kreativitas cerita kebudayaan Atoin Meto, saya pun semakin tidak tahu apa-apa.

Karena mengupas kearifan lokal budaya Atoin Meto, ternyata sangat kompleks.

Kompleksitas kearifan lokal budaya Atoin Meto itulah yang terus mendorong saya untuk terus mencari, membaca, menyimak, berefleksi, berkontemplasi sampai pada membangkitkan sense of belonging (rasa memiliki), sense of being (rasa keberadaan), sense of creativity (rasa kreativitas), sense of humor (rasa humor), sense of love (rasa cinta) hingga terus belajar bagaiman mengaplikasikan semangat JPIC (Justice, Peace, Integrity of Creation), sebagaimana yang biasanya disuarakan oleh tokoh agama Katolik (Pastor/Romo) serta pegiat lingkungan.

Meskipun penyebutan sampai pada penggunaan terminologi (istilahnya) berbeda, akan tetapi substansi/esensinya sama yakni; menjadikan alam sebagai satu kesatuan (integral) dalam sejarah peradaban manusia.

Manusia berproses karena ada visi dan misinya.

Demikian pula, Tafenpah berkreativitas karena ada harapan akan pertumbuhan konten kebudayaan Atoin Meto, selain kontribusinya dalam kemajuan bangsa Indonesia.

Terima kasih untuk pembaca TAFENPAH yang tak henti-hentinya mendukung pengembangan Tafenpah dari awal berdiri hingga memasuki tahun ke-4.

Kiranya di tahun ke-4 ini, Tafenpah semakin bijak, kritis dan kreatif dalam membagikan wawasannya seputar kehidupan harian Atoin Meto dengan segala problematikanya.

Salam kebudayaan dan mari, Katong saling terhubung dengan Tafenpah 👇👇👇


Instagram; @frederikus_suni

TikTok; @tafenpahcom
Halaman Facebook; TAFENPAH om dan Fredy Suni III






Frederikus Suni Redaksi Tafenpah
Frederikus Suni Redaksi Tafenpah Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan portal pribadi saya TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Kilas Balik 4 Tahun Membangun Tafenpah serta Kontribusinya terhadap Literasi Kebudayaan Atoin Meto Timor NTT"