Tuan Yang Terusir dari Tanahnya, Warga Pulau Komodo NTT dalam Kebimbangan Hidup, Karena Ambisi Pemerintah dan Investor

Penulis: Frederikus Suni 

Tuan Yang Terusir dari tanahnya, warga pulau Komodo dalam Kebimbangan, karena ambisi pemerintah dan investor. Foto;Mongabay/Tafenpah.com


TAFENPAH.COM - Ambisi pemerintah untuk menjadikan pulau Komodo sebagai Pariwisata Super Premium, kian mencemaskan warga yang sejak nenek moyangnya sudah hidup dan menyejarah di pulau Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.

Bagaimana tidak, teman-teman Vlogger dari channel Youtube Indonesia Maju telah menyajikan data yang berkaitan dengan kehidupan 2.000 warga pulau Komodo yang terancam direlokasi (Proses pemindahan warga dari tempat tinggal lama ke tempat tinggal yang baru), demi memuluskan ambisi dan ego pemerintah untuk menyulap pulau Komodo menjadi wisata Super Premium.

Jika proses relokasi warga pulau Komodo berjalan sesuai dengan desain, termasuk perjanjian pemerintah dan pihak investor, maka penduduk asli akan kehilangan cerita masa kecilnya hingga kedekatan warga dengan reptil Komodo sendiri.



Selain itu, warga pulau Komodo akan kehilangan originalitas atau keaslian kearifan lokal budayanya.

Pasalnya, nuansa dan euforia kehidupan warga pulau Komodo di daerah atau wilayah yang baru, tidak seemosinal kehidupan harian mereka di tanah kelahirannya sendiri.

Kondisi ini telah mengingatkan kita akan kata-kata Bung Karno yakni; "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."

Pesan Bung Karno di atas yang kini dirasakan oleh warga pulau Komodo, Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Di mana, warga pulau Komodo sedang kesusahan untuk melawan superioritas sekaligus sindikat (semacam kongkalikong/persekongkolan pemerintah dan pihak investor)  yang secara halus menggunakan 'terminologi/istilah' RELOKASI warga, tapi maksud dan tujuan tersembunyi dari istilah tersebut adalah 'MENGUSIR SECARA HALUS PENDUDUK ASLI PULAU KOMODO.'

Padahal dalam penilaian etika dan moral sudah jelas mengatakan bahwasanya untuk mencapai sesuatu, termasuk kesepakatan bisnis, politik, ekonomi, dan lainnya tidak boleh menghalalkan segala macam cara licik.

Namun, apalah daya. Hukum di Indonesia kan sudah jelas berpihak pada kalangan atas, apalagi pemilik modal.

Sementara, hukum dan juga sistem dari pemerintah selalu kejam, menggerogoti kehidupan warganya.

Maka, saya sangat setuju dengan frasa sekaligus judul video YouTube Indonesia Maju yakni; TUAN YANG TERUSIR.

Tuan yang terusir merepresentasikan kekhawatiran warga sekaligus emosi dan masa depan mereka tidak pasti.

Terminologi Tuan Yang Terusir juga menggambarkan rasa ketakutan warga pulau Komodo yang tidak punya power/kekuatan untuk melawan superioritas pemerintah pusat di bawah komando Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sejak era presiden Joko Widodo sudah mengincar pulau Komodo sebagai pariwisata super premium.

Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur dan juga pemerintah kabupaten Manggarai Barat dalam hal ini berperan sebagai pihak eksekutor.

Sebagai pihak eksekutor, mereka juga sedang tertawan oleh penolakan warga pulau Komodo sendiri.

Merekam perjalanan hidup warga pulau Komodo, Manggarai Barat, provinsi Nusa Tenggara Timur dari portal TAFENPAH juga berpatokan pada nilai-nilai historitas kebudayaan, termasuk aspek antropologinya.

Karena bagaimanapun juga, jika seandainya warga pulau Komodo terusir dari tanah kesehariannya, maka kisah masa kecil warga, termasuk sejuta liku-liku proses kehidupan warga akan hilang/lenyap/sirna dan pada akhirnya tidak ada yang tersisa.

Kemudian, proses relokasi akan berlanjut tahap demi tahap dari satu daerah pariwisata ke wilayah lainnya, terutama di pulau-pulau Flores, Sumba, Timor dan Alor (Flobamora).

Lantas, bagaimana dengan masa depan warga NTT? 

Fakta sekaligus Perspektif dari TAFENPAH ini mengajak kita untuk melihat kemajuan pariwisata NTT termasuk dampak negatifnya.

Jangan sampai kita terlena dengan sorotan tajam media mainstream yang sebagian besar sudah dikuasai pemerintah dan swasta, lalu kita melupakan bagaimana kehidupan masa depan kita di bumi Flobamora.

Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyerang pemerintah. Akan tetapi, saya hanya berusaha untuk melihat dampak negatif di balik terkenalnya pariwisata NTT.

Kemajuan memang selalu bersamaan dengan harga atau pengorbanan.

Kendati demikian, kita pun berharap kemajuan pariwisata NTT tidak perlu juga untuk merelokasi warga, apalagi mengusir warga setempat yang sudah lama hidup berdampingan dengan reptil Komodo tersebut.

Sumber inspirasi YouTube; Indonesia Maju

Instagram penulis; @frederikus_suni

YouTube;
 Perspektif Tafenpah 

 


Frederikus Suni Redaksi Tafenpah
Frederikus Suni Redaksi Tafenpah Salam kenal! Saya Frederikus Suni, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Siber Asia || Menekuni bidang Jurnalistik sejak 10 tahun lalu. || Saya pernah menjadi Jurnalis/Wartawan di Metasatu dan NTTPedia. Selain itu, saya juga berkolaborasi dengan salah satu Dosen dari Binus university dan Atma Jaya, terutama Proyek dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dalam pendistribusian berita ke Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saya juga pernah menjadi bagian dari Public Relation/PR sekaligus Copywriter dari Universitas Dian Nusantara (Undira) Tanjung Duren Jakarta Barat. Saat ini fokus mengembangkan portal pribadi saya TAFENPAH.COM dan juga menjadi kontributor di beberapa website tanah air, Kompasiana, Terbitkanbukugratis, Eskaber, PepNews, Lombokainsider. Tulisan saya juga beberapa kali dipublikasikan ulang di Kompas.com Saya juga menerima jasa pembuatan Website || Media sosial: YouTube: TAFENPAH GROUP || TikTok: TAFENPAH.COM || Instagram: @suni_fredy || Terkait Kerjasama dapat menghubungi saya melalui kontak ������ || WhatsApp: 082140319973 || Email: tafenpahtimor@gmail.com

Posting Komentar untuk "Tuan Yang Terusir dari Tanahnya, Warga Pulau Komodo NTT dalam Kebimbangan Hidup, Karena Ambisi Pemerintah dan Investor "